Renungan di Bulan Ramadhan: Mendadak Ramai
Fenomena Mendadak Ramai di Bulan Ramadhan
Ramadhan yang datang
setahun sekali sebagai bulan yang ditunggu-tunggu bagi orang-orang Islam di
seluruh penjuru dunia. Ramadhan merupakan bulan untuk melaksakan salah satu
perintah wajib dari Allah yaitu ibadah puasa selama satu bulan. Ramadhan yang
memiliki banyak keistimewaan sebagaimana dijelaskan dalam Alqur’an ataupun
Hadits diantaranya Ramadhan sebagai bulan rahmat, bulan pengampunanan, bulan
mulia dan lain sebagainya. Ketika bulan ramadhan banyak hal yang mendadak ramai,
Apanya yang ramai? Berikut beberapa tempat yang mendadak ramai di bulam
ramadhan.
1.
Masjid
atau Musholla
2.
Jalan
raya
3.
Jualan
Makanan
Lapak-lapak
jualan makanan ketika bulan ramdahan tiba-tiba hadir di pinggir-pinggir jalan.
Mulai dari jualan takjil (makanan-makanan ringan untuk buka puasa) yang
beraneka ragam, macam-macam es, dan sayur siap saji. Lapak jualan makanan ini
mendadak ramai mulai puasa pertama hingga akhir ramadhan. Biasanya sore hari
hingga menjelang berbuka banyak pembeli yang silih berganti berburu takjil
untuk berbuka puasa. Tentu ini menjadi peluang usaha tahunan bagi para penjual
untuk mengais rizki di bulan ramadhan, karena konsumen yang mayoritas sedang
berpuasa setiap sore banyak yang membeli takjil untuk disantap buka
puasa.
4.
Pasar
Pasar pun
mendadak ramai pembeli, transaksi berbagai jenis barang dan makanan meningkat, apalagi
ketika menjelang lebaran, mulai dari pasar tradisional hingga supermarket besar,
toko-toko pakaian sampai marketplace yang menyediakan belanja online
juga mulai ramai pembeli. Biasanya para kurir barang akan mengalami overload
ketika mendekati lebaran karena meningkatnya pesanan konsumen yang belanja
onliine.
Terbesit
pertanyaan dalam diri ini kenapa semuanya mendadak ramai pada bulan Ramadhan?
Mumpung di Bulan Ramadhan
Ketika masjid
dan musholla ramai, mungkin dengan berasumsi mumpung bulan ramadahan
yang penuh dengan keistimewaan orang-orang berlomba-lomba untuk meningkatkan
amal ibadahnya. Dengan harapan ibadah pada bulan ramadhan akan dilipat gandakan
pahalanya. Namun mengapa ketika dipenghujung ramdahan masjid dan musholla mulai
berkurang jamaahnya karena ditinggal berburu diskon di mall, sibuk
lembur mempercantik rumah atau sibuk menyiapkan kue untuk persiapan lebaran.
Padahal “Pada sepuluh terakhir bulan
Ramadlan, Rasulullah Saw lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya” (HR. Muslim).
Kalau bulan
ramadhan banyak disampaikan sebagai bulan latihan, penggemblengan bagi setiap
muslim, lantas bagaimana kelanjutan setelah ramadhan berakhir. Masjid dan
musholla kembali seperti sedia kala yang sepi dengan suara tadarus Alqur’an dan
shaf shalat berjamaah lima waktu pun kembali berkurang. Apakah ibadah juga
seperti pohon yang memiliki musim gugur, musim semi dan musim berbunga? Kalau
seperti itu, apakah puasa ramadhan kita sudah mampu untuk meluluskan para
pelakunya menjadi manusia yang bertakwa seperti yang termaktub dalam firman-Nya?
Ketika puasa
ramadhan, transaksi jual beli di pasar dan penjual makanan menigkat drastis.
pada dimensi ekonomi sepertinya jiwa konsumtif juga mengalami peningkatan.
Pengeluaran sehari-hari yang seyogyanya berkurang atau minimal sama pada
bulan-bulan sebelumnya, namun ketika berpuasa malah membengkak dengan berbagai
keinginan makanan, minuman dan barang lainnya. Mungkin bagi para penjual dengan
berasumsi mumpung bulan ramadhan untuk menambah pendapatan dengan
dagangannya, dan bagi pembeli mumpung ramadhan kesempatan untuk
menikmati berbagai makanan yang tidak atau jarang dikonsumsi atau barang yang
tidak dibeli pada bulan-bulan lainnya. Lantas apakah puasa kita sudah mampu menjadi
perisai dari berbagai dorongan nafsu? Atau jangan-jangan kita masih belum mampu
mengendalikan nafsu dari berbagai keinginan untuk memuaskan diri.
Sepertinya puasa kita hari ini masih sebagai rutinitas keagamaan tahunan yag belum mampu berdampak pada perubahan perilaku yang baik, pikiran yang benar dan hati yang bersih. Mungkin juga puasa sebagai perisai diri kita masih terlalu tipis terhadap gempuran nafsu yang mudah menembus sehingga banyak kelalaian yang kita lakukan. Perang masih akan berlanjut, selama kita masih menghembuskan nafas dibumi ini genderang perang setiap saat akan ditabuh. Maka kita masih membutuhkan usaha yang keras untuk mempertebal perisai tersebut dalam menjalani perang panjang dengan NAFSU kita masing-masing.
Wallâhua’lam Bishawâb
Posting Komentar