Lafadz Bismillâh
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Sticker-Cutting lafadz Bismillâh
Fenomena menarik ketika di jalan raya di daerah saya saat ini sering menjumpai begitu banyak mobil yang memasang Sticker-Cutting lafadz Bismillâh di kaca mobil depannya dengan ukuran besar. Mulai dari mobil pribadi, angkutan umum bahkan hingga mobil angkutan barang. Terlepas dari motif pemasangan lafadz tersebut yang tidak penulis ketahui, apakah memang sebagai sarana untuk saling mengingatkan, atau hanya sekedar variasai mobil saja. Namun jika kita husnudzan (berprasangka baik), setidaknya orang yang berlintasan dengan mobil tersebut ketika di jalan kebanyakan akan membaca lafadz tersebut (walaupun dalam hati).
Lalu mengapa harus dengan Bismillâh?
Bismillâh telah dikenal sebelum Nabi Muhammad, dimana Nabi Sulaiman sudah menulis Bismillâh di dalam surat untuk ratu Balqis (Shihab: 2018). Bagi umat Islam lafadz Bismillâh merupakan lafadz yang dianjurkan untuk dibaca ketika akan melakukan sesuatu pekerjaan yang baik. Mengutip pendapat dari Syekh Salim bahwa suatu pekerjaan yang baik jika tidak diawali dengan Bismillâh maka dianggap kurang sempurna. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya, yang artinya “Setiap perkara yang baik menurut syariat yang karenanya tidak diawali dengan Bismillâhirrahmânirrahîm maka perkara tersebut adalah abtar, atau aqtok, atau ajdzam” (terpotong/tidak sempurna). Jadi anjuran mengawali dengan Bismillâh pada suatu perkara yang dianjurkan atau diperbolehkan. Oleh karena itu, Bismillâh tidak dianjurkan dalam perkara-perkara hina, seperti menyapu kotoran hewan dan lainnya, tidak pula dianjurkan sebagai dzikir yang murni (mahdoh), seperti dzikir Laa Ilaha Illa Allah (Zuhri: 2018).
Makna Bismillâh
Mengenai
makna basmallah penulis hanya mengutip dari pendapat prof. Quraish Shihab dan
KH. Bahaudin Nursalim (Gus Baha) sebagai perbandingan pendapat mufasir. Berikut
penjelasan dari kedua tokoh tersebut mengenai makna Bismillâh;
Menurut
prof. Quraish Shihab بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ (Bismillâhirrahmânirrahîm)
artinya: “Dengan Nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang”. Jika hanya
diartikan secara bahasa maka akan kurang jelas untuk difahami, maka perlunya
kata sisipan dalam memaknai Basmallah tersebut supaya lebih mudah untuk
difahami. Seperti contoh ketika kita mau bekerja maka Bismillâhirrahmânirrahîm dimaknai dengan
Nama Allah saya memulai pekerjaan saya. atau memaknai Bismillâhirrahmânirrahîm dengan Nama Allah
saya mulai pekerjaan ini dan saya mohon bantuan Allah karena saya tidak dapat
melaksanakannya kecuali dibantu Allah. Ketika mengucapkan Bismillah kita
mengakui bahwa kita tidak bisa melakukan suatu perkara ini kalau tidak dibantu
Allah. Jadi dengan bismillah kita menanamkan di dalam hati kelemahan
diri kita pada satu sisi, dan saat bersamaan ditanamkan di dalam hati bahwa
Allah Maha Kuasa (Shihab: 2018).
Menurut
KH. Bahaudin Nursalim (Gus Baha) secara Tauhid Bismillah menghindari dari hal-hal syiirik, maka bismillah
sangat penting sekali untuk membantah hal-hal yang sudah dianggap seperti adat
pada umumnya, misalnya ketika kita meganggap bahwa makanan itu mengenyangkan
dan air itu menyegarkan, jangan-jangan kita menganggap bahwa makanan atau
minuman tersebut memiliki kekuatan dan ini akan berdampak pada syirik. Maka
perlu menetralisir dengan kalimat bismillah tersebut yang oleh sebagian ulama
dimaknai sebagai Bî kâna mâ kâna wa bî yakuunu mâ yakuunu (Sebab
kekuasaan-Ku (Allah) yang ada menjadi ada, dan hanya karena Saya (Allah) saja yang akan ada menjadi ada).
Dari dua pendapat tersebut maka pada intinya bahwa Bismillâhirrahmânirrahîm
adalah pangkalan tempat bertolak, dimana di dalamnya ada pengakuan bahwa
semua perkara yang akan kita lakukan (perkara yang dianjurkan) ada penyertaan
Allah di dalamnya. Dan tentunya membutuhkan pemahaman sekaligus penghayatan
agar pengucapan Bismillah tidak hanya berhenti pada lisan saja.
Lebih lanjut Prof. Shihab menerangkan Rahmân dan Rahîm
dalam lafazd Basmallah tersebut memiliki makna yang berbeda, Rahmân itu adalah Allah yang memberi rahmat
kepada seluruh makhluk, seperti tumbuhan, binatang, manusia baik kafir atau
muslim, semuanya diberikan rahmat oleh Allah. Sedangkan Rahîm adalah Allah yang menyandang dan
memiliki sifat rahmat. Implikasinya ketika seseorang membaca Bismillâhirrahmânirrahîm diharapkan rahmat
itu memenuhi jiwanya dan mampu memberikan rahmat juga kepada mahkluk lainnya,
seperti tumbuhan, binatang, manusia sekalipun dengan orang kafir. Artinya ada
konsistensi dengan mengucapkan Bismillâh manusia seyogyanya tidak akan
menyakiti manusia lainnya, tidak menganiaya binatang atau makhluk lainnya
karena yang muncul dari perilakunya adalah pantulan rahmat yang sudah memenuhi
jiwanya. Kalau hati penuh dengan rahmat
maka yang keluar juga akan rahmat. Prof. Shihab mengibaratkan jiwa manusia seperti
wadah gelas, ketika isinya penuh dengan air jernih, maka yang akan tumpah/meluber juga
air jernih dan menyegarkan, namun ketika gelas tersebut berisi air
kotor/keruh maka yang akan tumpah/meluber juga akan air kotor/keruh. Sama
halnya dengan jiwa manusia ketika hatinya sudah dipenuhi rahmat Allah, maka
yang keluar juga kasih sayang kepada makhluk lainnya, entah tumbuhan, binatang
ataupun sesama manusia, namun jika di dalam jiwa manusia dipenuhi kebencian, maka
yang keluar juga akan kebencian dan kejahatan.
Posting Komentar