Khutbah Idul Fitri Refleksi Diri melalui Tradisi Hari Raya Idul Fitri

Daftar Isi

 Refleksi Diri melalui Tradisi Hari Raya Idul Fitri


Khutbah Idul Fitri Refleksi Diri melalui Tradisi Hari Raya Idul Fitri
Khutbah Idul Fitri: Setiap hari raya Idul Fitri, dalam konteks masyarakat muslim di Indonesia dihiasi dengan berbagai tradisi yang sudah berlangsung turun temurun sajak dahulu. Kegembiraan bertemu dengan hari raya idul fitri setahun sekali menjadi momentum yang sangat dinantikkan mulai anak-anak, remaja, hingga orang tua. Saling berkunjung dengan meminta dan memberi maaf dengan khas pakaian baru yang melekat di badan, saling berbagi dan menikmati berbagai makanan lebaran seperti hal yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat. melalui khutbah idul fitri ini, mencoba untuk menggali dan merenungi tradisi hari raya idul fitri yang sudah berlangsung puluhan tahun lalu sebagai khazanah untuk refleksi diri.


Khutbah I


 

اللّٰهُ أَكْبَرُ 3) اللّٰهُ أَكْبَرُ 3) اللّٰهُ أَكْبَرُ (×3) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ

اللّٰهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللّٰهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ

أَمَّا بَعْدُ, فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ, أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ . وَاتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. 

Ma'asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Setelah satu bulan penuh kita lalui di bulan ramadhan dengan ibadah puasa dan rangkaian ibadah lainnya, tibalah saat ini kita tumpahkan rasa senang dan rasa haru. Kita ungkapkan sepenuh hati rasa gembira dan rasa syahdu, sembari mengagungkan Nama Allah Swt dengan kalimat toyyibah yang  dikumandangkan mulai dari semalam hingga pagi hari ini. “Allahu Akbar x 3 walillahilhamd”.

Maha besar Allah yang telah memberikan kepada kita begitu banyak kenikmatan dan karunia yang tak terhingga, dengan diberikan nikmat panjang umur, dimana banyak keluarga, saudara, tetangga, atau sahabat kita yang tahun lalu masih berkumpul bersama namun pagi hari ini sudah tiada. Kita bersyukur karena jasad kita masih diberikan sehat wal ‘afiyah, dimana sebagian saudara-saudara kita banyak yang berbaring di rumah sakit, atau  berbaring di rumah karena badan yang kurang sehat. Kita juga bersyukur kepada Allah dimana dengan taufiq serta hidayah-Nya hingga di pagi yang mulia ini kita diberikan kekuatan, kemauan, dan keamanan untuk bisa bersama-sama berkumpul di masjid/lapangan ini mensyi’arkan hari kebesaran kaum muslimin dengan kumandang kalimat takbir, tahmid dan tahlil serta melaksanakan ibdaha shalat idul fitri.

Kita merasa beruntung sekali di pagi hari ini masih  diberikan Allah SWT kesempatan langka untuk menghirup dan bernafas melalui bulan suci ramadhan. Sekalipun dengan kesadaran sepenuh hati kita mengakui, bahwa kita belum bisa manfaatkan waktu siang dan malam bulan Ramadan secara maksimal. Kita berharap ibadah puasa, sholat 5 waktu, sholat malam, tadarus Alqur’an, sadaqah, zakat dan ibadah-ibadah yang lainnya selama ramadhan diterima oleh Allah Swt. Marilah Kita tanamkan bulat-bulat di dalam hati kita, bahwa ke depannya hidup kita akan menjadi lebih baik. Amal ibadah kita akan semakin meningkat sebagai manifestasi rasa syukur kita kepada Alloh SWT.

Ma’syirol muslimin wal muslimat …..

Pada setiap hari raya idul fitri, kita terbiasa dengan melakukan berbagai tradisi dalam merayakannya. Pertama, tradisi dengan pakaian yang baru, diantara sekian banyak hadirin shalat id, pasti pada momentum hari ini banyak yang memakai pakaian dan aksesoris baru. Memang pada hari ini kita tidak dilarang berpakaian baru dan berhias diri, namun hendaknya pakaian baru yang kita kenakan menjadi cermin dari hati kita yang baru, cerminan diri untuk bertekat dan berniat selalu istiqomah dalam keta’atan. Dan hendaknya keharuman parfum dan keindahan hiasan rumah kita dengan warna dan pernak pernik yang baru menjadi cermin dari keharuman dan keindahan hati dan perilaku kita. hendaknya kebaruan pakaian, hiasan warna dan pernak pernik rumah yang baru itu bukan menjadi tujuan utama kita dalam merayakan idul fitri. Karena hakikat hari raya atau hari ‘id sebagaimana ungkapan sayyidina Hasan adalah kembalinya diri kita kepada kesucian atau agama yang benar dengan meninggalkan maksiat dan mengisinya dengan ketaatan dan bersyukur sepada Allah Swt. Senada dengan kalimat tersebut sahabat Ali bin abi Tahlib juga mengungkapkan:

هَذا اليَومَ لَنَا عِيدٌ وَغَدًا لَنَا عِيدٌ وَكُلَّ يَومٍ لَا نَعْصِي اللهَ تَعالى فِيهِ فَهُوَ لَنَا عِيدٌ

“hari ini kita punya ‘id, besok kita punya ‘id dan setiap hari kita tidak bermaksiat kepada Allah maka itu juga hari ‘id”.

Jika merujuk ungkapan di  atas, sebenarnya setiap hari kita berpeluang untuk menjadikan hari raya, dan hari ‘id. Dengan menjadikan hari-hari kita taat kepada Allah dan tidak melakukan maksiat. Namun,  kita juga menyadari bahwa kita sebagai manusia disisi lain juga memiliki peluang atau potensi untuk melakukan kemaksiatan sebagaimana firman Allah dalam Q.S As-syams ayat 8:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا * قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا *  وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

Terjemahannya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Maka kita sebagai manusia harus pandai memilih jalan yang ditempuh, apakah jalan itu baik (ketakwaan) ataukah sebaliknya (kefasikan), karena setiap langkah dan amalan hamba akan dipertanggung jawabkan di hari kiamat kelak,

Ma’syirol muslimin wal muslimat …..

Berhubungan dengan hal  di  atas, jika kita renungi pada hari raya ini sering kita ucapkan secara lisan ataupun tulisan dengan kalimat “minal ‘aidin wal faizin”. Apabila dilengkapi ucapan tersebut merupakan do’a yaitu;

 جَعَلَناَ اللهُ وَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ

yang artinya semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan orang orang yang kembali dan orang orang yang memperoleh kemenangan.

Golongan yang kembali yang dimaksud adalah orang yang kembali (fitrah), yaitu kembali suci seperti bayi yang beru dilahirkan. Dengan memohon ampun kepada Allah serta melakukan rangkaian ibadah di bulan ramadhan kita belajar untuk membersihkan diri kita dari berbagai maksiat serta mengisi  dengan berbagai hal kebaikan. Hal tersebut diharapkan dapat menjadikan kita kembali kepada fitrah atau kesucian seperti dalam Q.S Ar-Rum: 30 Allah SWT berfirman;

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Terjemahannya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Untuk itu, Tradisi mengenakan pakaian baru yang  melekat di badan kita di hari raya ini, kita jadikan simbol dengan kebersihan atau kesucian. Kita pasti berhati-hati dengan pakaian baru kita agar tidak terkena noda ataupun kotoran ketika dipakai. Sama halnya dengan diri manusia yang sebenarnya juga perlu tekad dan usaha dalam menjaga kesucian (fitrah) diri. Sebagai manusia yang memohon menjadi golongan ‘aidin kita wujudkan dengan menghindari dari hal-hal kefasikan atau maksiat dilanjutkan dengan melakukan berbagai kebaikan dan ketaatan kepada Allah (Hablum minallah).

Ma’syirol muslimin wal muslimat …..

Kedua, pada hari raya idul fitri kita terbiasa dengan tradisi menyuguhkan dan menikmati makanan yang beraneka ragam. Menjelang hari raya, masyarakat biasa disibukkan dengan membuat dan membeli berbagai kue lebaran ataupun hidangan lainnya serta minuman untuk disuguhkan dan dimakan saat hari raya idul fitri. Selama satu bulan ketika ramdhan kita sebenarnya dilatih untuk tidak makan dan minum mulai dari fajar hingga terbenam matahari. Saat menahan tidak makan dan minum dengan durasi waktu -+ 13-14 jam kita seyogyanya belajar untuk menghargai makanan dan minuman. Kita belajar merenungi betapa berharganya sesuap nasi saat kita lapar, betapa berharganya air putih untuk melepaskan dahaga kita. Kita belajar untuk menghargai makanan dan minuman yang kita santap sebagai salah satu rahmat Allah yang mampu menghilangkan haus dan lapar saat berbuka. Disaat hari  raya dengan begitu banyak dan beraneka ragam makanan yang ada, kita lanjutkan belajar dan latihan kita seperti ramadhan kemarin dengan menghormati dan menghargai makanan yang ada.

Rasulullah mengajarkan bagaimana adab beliau terhadap makanan melalui hadits:

مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

Terjemahannya: Nabi Saw. tidak pernah mencela makanan sekalipun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya) (HR. Bukhari no 5409 dan Muslim no 2064).

Dalam konteks hari raya ini, kita biasanya saling berbagi dan disuguhi berbagai makanan dan minuman ketika berkunjung dari rumah ke rumah. Mari kita belajar dengan meneladani Nabi bagaimana adab terhadap makanan, jika kita berselera maka memakanya, namun jika tidak, kita tinggalkan atau  kita diamkan. Jangan sampai kita mencela makanan dengan berbagai komentar dan hinaan, apalagi sampai membuang makanan yang masih layak. Kita kembali merenungi pelajaran ketika berpuasa betapa berharganya makanan dan minuman tersebut sebagai salah satu rahmat dan anugerah dari Allah.

Ma’syirol muslimin wal muslimat …..

Ketiga, Tradisi hari raya idul fitri selanjutnya yang biasa kita lakukan adalah saling bermaafan, bersilaturahmi antara keluarga, tetangga, dan sahabat. Memang tidak diseluruh tempat atau wilayah umat Islam merayakan dengan saling berkunjung dari rumah ke rumah. Di indonesia, khususnya ditempat kita masih ramai dan masih dilaksanakan tradisi berkunjung/bersilaturahmi untuk saling meminta dan memberi maaf satu sama lainnya. Tentu hal ini patut untuk dipertahankan dan diwariskan kepada generasi penerus kita. Mengapa demikian? Ketika ramadahan kita senantiasa bermunajat memohon ampun kepada Allah melalui istighfar dan taubat. Karena kita meyakini bahwa Allah Maha Pengampun dan Penerima Taubat untuk hamba-hamba-Nya. Namun Allah akan menangguhkan jika masih ada hak adam yang belum terselesaikan, maka para ulama terdahulu membuat tradisi saling bermaafan pada hari raya idul fitri sebagai upaya untuk melepaskan hak adam dari berbagai kesalahan selama bergaul di tengah-tengah masyarkat. Dengan tradisi bersilaturahmi saat lebaran, kita berusaha menyelesaikan masalah dalam sebuah keharmonisan dengan cara memaafkan suatu kesalahan satu sama lainnya, kita berusaha untuk memperkuat persaudaraan (hablum minannas) dan memperkokoh persatuan dan kesatuan.

Sebagai manusia tentu sering mengalami berbagai problem, perselisihan, pertegkaran, dan permusuhan saat bermasyarakat, terkadang manusia tidak mudah untuk saling memaafkan, masih ada rasa dendam di dalam hati serta kurang ikhlas memberikan maaf. Perlunya melatih dan berusaha melapangkan dada kita agar mampu memberikan maaf kepada sesama manusia. Karena kita ketahui bahwa memberikan maaf kepada manusia merupakan sikap terpuji yang dicintai Allah Ta’ala. Sifat memaafkan adalah sifatnya para ahli surga dan pahalanya tidak terbatas. Banyak ayat alqur’an dan hadits yang menjelaskannya, diantaranya firman Allah Swt dalam Q.S Asy-Syura Ayat 40:

وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَاۚ فَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ

Terjemahannya: Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim.

Menurut tafsir tahlili ayat ini, Allah menjelaskan bahwa perbuatan membela diri yang dilakukan seseorang yang dianiaya orang lain hendaklah ditujukan kepada pelaku penganiayaan dan seimbang dengan berat atau ringannya penganiayaan tersebut. Tindakan balasan atau pembelaan diri yang berlebihan tidak dibenarkan dalam agama Islam. Namun lanjutan ayat ini juga menganjurkan untuk tidak membalas kejahatan orang lain, tetapi memaafkan dan memperlakukan dengan baik orang yang berbuat jahat kepada kita karena Allah akan memberikan pahala kepada orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain.

Memaafkan terkadang bukan merupakan perkara yang kecil, karena membutuhkan keadaan hati yang lapang dan pikiran yang jernih untuk bisa memaafkan seseorang, begitu juga meminta maaf dan mengakui kesalahan merupakan perbuatan yang membutuhkan keberanian besar. Maka, sungguh perbuatan maaf dan memaafkan sangat dimuliakan oleh Islam sampai salah satu hadits nabi menyatakan bahwa “Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tidak bersapaan/mendiamkan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari,” (HR. Muslim).

Ma’syirol muslimin wal muslimat …..

Mari kita jadikan tradisi-tradisi hari raya idul fitri sebagai refleksi diri untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah (hablum minallah) sekaligus hubungan sesama manusia (hablum minannas). Dimulai hari  raya ini kita membuka lembaran baru yang masih bersih seperti pakain baru yang dikenakan dengan menjaga dari segala noda kemaksiatan dan keburukan dan mengisinya dengan ketaatan kepada Allah. Kita jadikan hari ini untuk saling meminta maaf dan memaafkan, mengganti kebencian dan permusuhan dengan rasa cinta dan kasih dengan tangan yang terulur, wajah yang berseri dan hati yang lapang untuk memperbaiki dan mempererat hubungan sesama manusia. Semoga kita semua menjadi golongan orang-orang yang kembali fitri dan menjadi orang-orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Semoga Allah jadikan hari-hari kita ke depan menjadi lebih baik dari hari-hari kemarin. Amiin ya Robbal a’lamiin.

جَعَلَناَ اللّٰهُ وَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ وَأَدْخَلَناَ وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنيِ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

 

Khutbah II

اللّٰهُ اَكْبَرُ 3) اللّٰهُ اَكْبَرُ 3) اللّٰهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللّٰه بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّٰهُ وَ اللّٰهُ اَكْبَرْ اللّٰهُ اَكْبَرْ وَ لِلّٰهِ  اْلحَمْدُ

الحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الْمَحْشَر. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تَعَالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِللّٰه ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ اللّٰهُ عَنَّا بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيِنَ.

عِبَادَ اللّٰهِ، إنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ



ُ

1 komentar

Comment Author Avatar
29 Maret 2025 pukul 17.47 Hapus
Masyaallah terimakasih ustadz khutbahnya moga bermanfaat