Khutbah Idul Fitri Refleksi Diri melalui Tradisi Hari Raya Idul Fitri
Refleksi Diri melalui Tradisi Hari Raya Idul Fitri
Khutbah I
اللّٰهُ أَكْبَرُ (×3) اللّٰهُ أَكْبَرُ (×3) اللّٰهُ أَكْبَرُ (×3) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
اللّٰهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ
لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللّٰهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ
وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ
الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ
الحَمْدُ
لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ
الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ
لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ
المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا
مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ
يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا
بَعْدُ, فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ,
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ .
وَاتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ.
Ma'asyiral muslimin wal
muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
Setelah satu bulan penuh kita lalui di bulan ramadhan dengan
ibadah puasa dan rangkaian ibadah lainnya, tibalah saat ini kita tumpahkan rasa
senang dan rasa haru. Kita ungkapkan sepenuh hati rasa gembira dan rasa syahdu,
sembari mengagungkan Nama Allah Swt dengan kalimat toyyibah yang dikumandangkan mulai dari semalam hingga pagi
hari ini. “Allahu Akbar x 3 walillahilhamd”.
Maha besar Allah yang telah memberikan kepada kita begitu
banyak kenikmatan dan karunia yang tak terhingga, dengan diberikan nikmat panjang
umur, dimana banyak keluarga, saudara, tetangga, atau sahabat kita yang tahun
lalu masih berkumpul bersama namun pagi hari ini sudah tiada. Kita bersyukur
karena jasad kita masih diberikan sehat wal ‘afiyah, dimana sebagian
saudara-saudara kita banyak yang berbaring di rumah sakit, atau berbaring di rumah karena badan yang kurang
sehat. Kita juga bersyukur kepada Allah dimana dengan taufiq serta hidayah-Nya
hingga di pagi yang mulia ini kita diberikan kekuatan, kemauan, dan keamanan
untuk bisa bersama-sama berkumpul di masjid/lapangan ini mensyi’arkan hari
kebesaran kaum muslimin dengan kumandang kalimat takbir, tahmid dan tahlil serta
melaksanakan ibdaha shalat idul fitri.
Kita merasa beruntung sekali di pagi hari ini masih diberikan
Allah SWT kesempatan langka untuk menghirup dan bernafas melalui bulan suci
ramadhan. Sekalipun dengan kesadaran sepenuh hati kita mengakui, bahwa kita
belum bisa manfaatkan waktu siang dan malam bulan Ramadan secara maksimal. Kita
berharap ibadah puasa, sholat 5 waktu, sholat malam, tadarus Alqur’an, sadaqah,
zakat dan ibadah-ibadah yang lainnya selama ramadhan diterima oleh Allah Swt. Marilah
Kita tanamkan bulat-bulat di dalam hati kita, bahwa ke depannya hidup kita akan
menjadi lebih baik. Amal ibadah kita akan semakin meningkat sebagai manifestasi
rasa syukur kita kepada Alloh SWT.
Ma’syirol muslimin wal muslimat …..
Pada setiap hari raya idul fitri, kita terbiasa dengan melakukan
berbagai tradisi dalam merayakannya. Pertama, tradisi dengan pakaian yang baru, diantara sekian banyak hadirin shalat id, pasti pada momentum hari
ini banyak yang memakai pakaian dan aksesoris baru. Memang pada hari ini kita
tidak dilarang berpakaian baru dan berhias diri, namun hendaknya pakaian baru
yang kita kenakan menjadi cermin dari hati kita yang baru, cerminan diri untuk
bertekat dan berniat selalu istiqomah dalam keta’atan. Dan hendaknya
keharuman parfum dan keindahan hiasan rumah kita dengan warna dan pernak pernik
yang baru menjadi cermin dari keharuman dan keindahan hati dan perilaku kita. hendaknya
kebaruan pakaian, hiasan warna dan pernak pernik rumah yang baru itu bukan
menjadi tujuan utama kita dalam merayakan idul fitri. Karena hakikat hari raya
atau hari ‘id sebagaimana ungkapan sayyidina Hasan adalah kembalinya
diri kita kepada kesucian atau agama yang benar dengan meninggalkan maksiat dan
mengisinya dengan ketaatan dan bersyukur sepada Allah Swt. Senada dengan
kalimat tersebut sahabat Ali bin abi Tahlib juga mengungkapkan:
هَذا اليَومَ لَنَا عِيدٌ وَغَدًا لَنَا
عِيدٌ وَكُلَّ يَومٍ لَا نَعْصِي اللهَ تَعالى فِيهِ فَهُوَ لَنَا عِيدٌ
“hari ini kita punya ‘id, besok kita punya ‘id dan setiap
hari kita tidak bermaksiat kepada Allah maka itu juga hari ‘id”.
Jika merujuk ungkapan di
atas, sebenarnya setiap hari kita berpeluang untuk menjadikan hari raya,
dan hari ‘id. Dengan menjadikan hari-hari kita taat kepada Allah dan
tidak melakukan maksiat. Namun, kita
juga menyadari bahwa kita sebagai manusia disisi lain juga memiliki peluang atau
potensi untuk melakukan kemaksiatan sebagaimana firman Allah dalam Q.S As-syams
ayat 8:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا *
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا * وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Terjemahannya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Maka kita sebagai manusia harus pandai memilih jalan yang ditempuh,
apakah jalan itu baik (ketakwaan) ataukah sebaliknya (kefasikan), karena setiap
langkah dan amalan hamba akan dipertanggung jawabkan di hari kiamat kelak,
Ma’syirol muslimin wal muslimat …..
Berhubungan dengan hal
di atas, jika kita renungi pada
hari raya ini sering kita ucapkan secara lisan ataupun tulisan dengan kalimat “minal
‘aidin wal faizin”. Apabila dilengkapi ucapan tersebut merupakan do’a yaitu;
جَعَلَناَ اللهُ وَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ
وَالفَآئِزِيْنَ
yang artinya
semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan orang orang yang kembali
dan orang orang yang memperoleh kemenangan.
Golongan yang
kembali yang dimaksud adalah orang yang kembali (fitrah), yaitu kembali suci
seperti bayi yang beru dilahirkan. Dengan memohon ampun kepada Allah serta
melakukan rangkaian ibadah di bulan ramadhan kita belajar untuk membersihkan
diri kita dari berbagai maksiat serta mengisi
dengan berbagai hal kebaikan. Hal tersebut diharapkan dapat menjadikan kita kembali kepada
fitrah atau kesucian seperti dalam Q.S Ar-Rum: 30 Allah SWT berfirman;
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ
حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Terjemahannya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Untuk itu, Tradisi mengenakan pakaian baru
yang melekat di badan kita di hari raya
ini, kita jadikan simbol dengan kebersihan atau kesucian. Kita pasti berhati-hati dengan pakaian baru kita agar tidak
terkena noda ataupun kotoran ketika dipakai. Sama halnya dengan diri manusia
yang sebenarnya juga perlu tekad dan usaha dalam menjaga kesucian (fitrah) diri. Sebagai manusia yang memohon menjadi golongan ‘aidin kita
wujudkan dengan menghindari dari hal-hal kefasikan atau maksiat dilanjutkan
dengan melakukan berbagai kebaikan dan ketaatan kepada Allah (Hablum
minallah).
Ma’syirol muslimin wal muslimat …..
Kedua, pada hari raya idul fitri kita terbiasa dengan tradisi menyuguhkan
dan menikmati makanan yang beraneka ragam. Menjelang hari raya, masyarakat
biasa disibukkan dengan membuat dan membeli berbagai kue lebaran ataupun
hidangan lainnya serta minuman untuk disuguhkan dan dimakan saat hari raya idul
fitri. Selama satu bulan ketika ramdhan kita sebenarnya dilatih untuk tidak
makan dan minum mulai dari fajar hingga terbenam matahari. Saat menahan tidak
makan dan minum dengan durasi waktu -+ 13-14 jam kita seyogyanya belajar untuk
menghargai makanan dan minuman. Kita belajar merenungi betapa berharganya
sesuap nasi saat kita lapar, betapa berharganya air putih untuk melepaskan
dahaga kita. Kita belajar untuk menghargai makanan dan minuman yang kita santap
sebagai salah satu rahmat Allah yang mampu menghilangkan haus dan lapar saat
berbuka. Disaat hari raya dengan begitu
banyak dan beraneka ragam makanan yang ada, kita lanjutkan belajar dan latihan kita
seperti ramadhan kemarin dengan menghormati dan menghargai makanan yang ada.
Rasulullah
mengajarkan bagaimana adab beliau terhadap makanan melalui hadits:
مَا عَابَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ
أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ
Terjemahannya: Nabi Saw. tidak pernah mencela makanan sekalipun.
Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka,
beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya) (HR. Bukhari no 5409 dan Muslim
no 2064).
Dalam konteks hari raya ini, kita biasanya saling berbagi dan disuguhi
berbagai makanan dan minuman ketika berkunjung dari rumah ke rumah. Mari kita
belajar dengan meneladani Nabi bagaimana adab terhadap makanan, jika kita
berselera maka memakanya, namun jika tidak, kita tinggalkan atau kita diamkan. Jangan sampai kita mencela
makanan dengan berbagai komentar dan hinaan, apalagi sampai membuang makanan
yang masih layak. Kita kembali merenungi pelajaran ketika berpuasa betapa
berharganya makanan dan minuman tersebut sebagai salah satu rahmat dan anugerah
dari Allah.
Ma’syirol muslimin wal muslimat …..
Ketiga, Tradisi
hari raya idul fitri selanjutnya yang biasa kita lakukan adalah saling
bermaafan, bersilaturahmi antara keluarga, tetangga, dan sahabat. Memang tidak
diseluruh tempat atau wilayah umat Islam merayakan dengan saling berkunjung
dari rumah ke rumah. Di indonesia, khususnya ditempat kita masih ramai dan
masih dilaksanakan tradisi berkunjung/bersilaturahmi untuk saling meminta dan
memberi maaf satu sama lainnya. Tentu hal ini patut untuk dipertahankan dan
diwariskan kepada generasi penerus kita. Mengapa demikian? Ketika ramadahan
kita senantiasa bermunajat memohon ampun kepada Allah melalui istighfar dan
taubat. Karena kita meyakini bahwa Allah Maha Pengampun dan Penerima Taubat untuk
hamba-hamba-Nya. Namun Allah akan menangguhkan jika masih ada hak adam yang
belum terselesaikan, maka para ulama terdahulu membuat tradisi saling bermaafan
pada hari raya idul fitri sebagai upaya untuk melepaskan hak adam dari berbagai
kesalahan selama bergaul di tengah-tengah masyarkat. Dengan tradisi
bersilaturahmi saat lebaran, kita berusaha menyelesaikan masalah dalam sebuah
keharmonisan dengan cara memaafkan suatu kesalahan satu sama lainnya, kita
berusaha untuk memperkuat persaudaraan (hablum minannas) dan memperkokoh
persatuan dan kesatuan.
Sebagai manusia tentu sering mengalami berbagai problem,
perselisihan, pertegkaran, dan permusuhan saat bermasyarakat, terkadang manusia
tidak mudah untuk saling memaafkan, masih ada rasa dendam di dalam hati serta
kurang ikhlas memberikan maaf. Perlunya melatih dan berusaha melapangkan dada
kita agar mampu memberikan maaf kepada sesama manusia. Karena kita ketahui
bahwa memberikan maaf kepada manusia merupakan sikap terpuji yang dicintai
Allah Ta’ala. Sifat memaafkan adalah sifatnya para ahli surga dan pahalanya
tidak terbatas. Banyak ayat alqur’an dan hadits yang menjelaskannya,
diantaranya firman Allah Swt dalam Q.S Asy-Syura Ayat 40:
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَاۚ
فَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ
الظّٰلِمِيْنَ
Terjemahannya: Balasan suatu keburukan adalah
keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik
(kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia
tidak menyukai orang-orang zalim.
Menurut tafsir tahlili ayat ini, Allah menjelaskan bahwa perbuatan
membela diri yang dilakukan seseorang yang dianiaya orang lain hendaklah
ditujukan kepada pelaku penganiayaan dan seimbang dengan berat atau ringannya
penganiayaan tersebut. Tindakan balasan atau pembelaan diri yang berlebihan
tidak dibenarkan dalam agama Islam. Namun lanjutan ayat ini juga menganjurkan
untuk tidak membalas kejahatan orang lain, tetapi memaafkan dan memperlakukan
dengan baik orang yang berbuat jahat kepada kita karena Allah akan memberikan
pahala kepada orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain.
Memaafkan terkadang bukan merupakan perkara yang kecil, karena
membutuhkan keadaan hati yang lapang dan pikiran yang jernih untuk bisa
memaafkan seseorang, begitu juga meminta maaf dan mengakui kesalahan merupakan
perbuatan yang membutuhkan keberanian besar. Maka, sungguh perbuatan maaf dan
memaafkan sangat dimuliakan oleh Islam sampai salah satu hadits nabi menyatakan
bahwa “Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tidak bersapaan/mendiamkan dengan
saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari,” (HR. Muslim).
Ma’syirol muslimin wal muslimat …..
Mari kita jadikan tradisi-tradisi
hari raya idul fitri sebagai refleksi diri untuk memperbaiki hubungan kita
dengan Allah (hablum minallah) sekaligus hubungan sesama manusia
(hablum minannas). Dimulai hari
raya ini kita membuka lembaran baru yang masih bersih seperti pakain
baru yang dikenakan dengan menjaga dari segala noda kemaksiatan dan keburukan
dan mengisinya dengan ketaatan kepada Allah. Kita jadikan hari ini untuk saling
meminta maaf dan memaafkan, mengganti kebencian dan permusuhan dengan rasa
cinta dan kasih dengan tangan yang terulur, wajah yang berseri dan hati yang lapang
untuk memperbaiki dan mempererat hubungan sesama manusia. Semoga kita semua
menjadi golongan orang-orang yang kembali fitri dan menjadi orang-orang yang bahagia
di dunia dan akhirat. Semoga Allah jadikan hari-hari kita ke depan menjadi
lebih baik dari hari-hari kemarin. Amiin ya Robbal a’lamiin.
جَعَلَناَ اللّٰهُ وَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ
وَأَدْخَلَناَ وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ
وَنَفَعَنيِ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ
مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah II
اللّٰهُ
اَكْبَرُ (×3) اللّٰهُ
اَكْبَرُ (×3) اللّٰهُ
اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللّٰه بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّٰهُ وَ اللّٰهُ اَكْبَرْ اللّٰهُ اَكْبَرْ وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
الحَمْدُ
لِلّٰهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ
وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الْمَحْشَر. أَمَّا
بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ
فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ
السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تَعَالى فِيْ
كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِللّٰه ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللّٰهِ
الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ اللّٰهُ عَنَّا
بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيِنَ.
عِبَادَ اللّٰهِ،
إنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ
أَكْبَرُ
ُ