Pendidikan dan Konsep Tri Rahayu Ki Hajar Dewantara
Pendidikan Untuk Tri Rahayu
Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu tokoh pendidikan dan merupakan sosok bapak pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, sehingga setiap tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai hari pendidikan Nasional di Indonesia sebagai penghormatan atas jasa perjuangannya. Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang merupakan putra dari Raden Paku Alam ke-III dan Ibunya adalah seorang Putri Keraton Yogyakarta yang masih keturunan dari Sunan Kalijaga (Amaliyah: 2021).
Pendidikan dalam pandangan Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah tuntunan
di dalam hidup tumbuhnya peserta didik, pendidikan menurutnya adalah menuntun seluruh
kekuatan kodrat manusia agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
(Dewantara: 2011). Menuntun disini dimaknai sebagai membimbing, mengarahkan, yang
sifatnya memberikan bantuan kepada seseorang. Seperti orang tua yang menuntun
anak kecil ketika belajar berjalan, pada dasarnya anak kecil tersebut sudah memiliki potensi berjalan,
namun orang tua perlu menuntunnya sebelum memiliki kemampuan menapak dan
melangkah dengan mantap untuk berjalan ke depan. Menarik disini bahwa dalam
pandangan ki hajar dewantara bahwa peserta didik itu memiliki kekuatan
kodrat hidup dan tumbuh yang di luar
kehendak seorang pendidik. Kekuatan kodrat tersebut berupa kekuatan hidup lahir
dan batin yang ada karena kekuasaan kodrat. Dengan kata lain kekuatan kodrat tersebut
sudah melekat dalam diri peserta didik dan merupakan dari pemberian atau karena
kekuasaan Tuhan. Jadi peran pendidik hanya sebagai penuntun tumbuhnya atau
hidupnya kekuatan-kekuatan tersebut untuk memperbaiki lakunya bukan dasarnya.
Kalau kekuatan kodrat sudah melekat/ada pada anak, kenapa harus di didik/dituntun?
Pertanyaan ini dijawab oleh Ki Hajar Dewantara dengan
analogi sebuah tanaman padi yang ditanam seorang petani. Petani kalau dalam
pendidikan sebagai pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya padi tersebut. Ia
hanya dapat memelihara tanamannya dengan memberikan pupuk, air yang cukup,
memperbaiki tanahnya agar subur, dan menjaga tanaman padi dari berbagai hama.
Petani tidak mampu merubah kodrat padi itu sendiri dengan mengharapkan berbuah
sebagai jagung atau kedelai. Atau petani menggharapkan padi dapat dipanen dalam
satu atau dua minggu saja. Petani hanya mampu memaksimalkan buah padi agar bisa
dipanen dengan jumlah yang lebih banyak ketikan dituntun (dipelihara) dengan
berbagai usahanya. Tentu akan berbeda dengan padi yang ditanam dan dibiarkan
tumbuh dengan sendirinya, walaupun ada kemungkinan panen namun hasilnya akan
berbeda dengan yang dituntun. Jadi hal ini sama dengan anak-anak yang dituntun
oleh pendidik akan tumbuh dan hidup berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak
yang dibiarkan tumbuh dan hidupnya.
Perlunya anak-anak dituntun dalam pandangan Ki
Hajar Dewantara karena pada dasarnya jiwa anak tersebut ketika lahir di dunia diibaratkan
kertas yang sudah penuh dengan tulisan,
tetapi tulisan tersebut masih suram atau
abstrak (teori konvergensi). Maka yang
wajib dilakukan dalam pendidikan yaitu menebalkan tulisan yang masih
suram atau abstrak berupa kebaikan agar melahirkan budipekerti yang baik,
sedangkan tulisan yang masih suram atau abstrak berupa kejahatan agar dibiarkan
jangan sampai tebal dan kalau bisa
dibuat semakin abstrak dan tidak terlihat. jadi menurut Ki Hajar
Dewantara bahwa dalam diri manusia terdapat dua potensi yaitu baik dan buruk.
Maka tugas pendidikan adalah menuntun tumbuh kembangnya potensi yang baik
tersebut serta mencegah tumbuh kembangnya potensi yang buruk dari anak. Beliau
menolak aliran yang menganggap bahwa anak ketika lahir diibaratkan kertas
kosong atau dikenal dengan teori tabula rasa. Dimana dalam Teori Tabula Rasa
pendidik boleh menulis kertas tersebut sesuai kehendaknya, yang berarti
pendidik berkuasa sepenuhnya untuk membentuk watak atau budi pekerti yang
diinginkan. Beliau juga menolak bahwa anak ketika lahir di dunia diibaratkan
seperti kertas yang penuh dengan tulisan. Dalam teori ini pendidikan hanya
dapat mengawasi dan mengamati jangan sampai anak terpenggaruh dengan yang buruk
atau jahat dari luar, namun tidak akan dapat mewujudkan budipekerti yang tidak
nampak di dalam jiwa anak.
Tujuan Pendidikan dalam Konsep Tri Rahayu Ki Hajar Dewantara
Sebagaimana dituliskan di atas bahwa menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan bertujuan
agar anak dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Selamat berarti seseorang
memiliki ketahanan moral dan pribadi kuat sehingga menjadikan dirinya sebagai individu
yang baik, tidak terjerumus pada hal-hal yang buruk atau kejahatan. Selamat
juga dapat diartikan sebagai seseorang yang terbebas dari kebodohan, ketertinggalan,
dan ketidakadilan. Sedangkan bahagia yang dimaksud bukan sekadar kesenangan
materi, namun mencakup kepuasan batin, kebebasan berpikir, dan selaras dengan
lingkungan sosial dan budaya. Bahagia juga dapat diartikan seseorang yang mampu
menemukan jati diri dan tujuan hidupnya. Maka perlunya pendidikan yang tidak
hanya berorientasi pada kecerdasan kognitifnya, tetapi juga harus berorientasi
pada kesejahteraan lahir dan batin.
Lebih lanjut menurut
Ki Hajar pendidikan bertujuan menghasilkan tiga guna yang sering dikenal dengan “Tri Rahayu” yang terdiri dari:
- Hamemayu Hayununging Sarira (memelihara dan menjaga diri);
- Hamemayu Hayuning Bongso (memelihara dan menjaga bangsa);
- Hamemayu Hayuning Bawono (memelihara dan menjaga alam raya) (Amanatullah: 2021 dalam Suara Muhammadiyah).
Pendidikan bertujuan mewujudkan Tri Rahayu tersebut dengan menjadikan individu sebagai pribadi yang baik dan sejahtera. Dari individu-individu yang baik inilah yang menjadi dasar keluarga dan masyarakat yang baik dan selanjutnya pendidikan akan mewujudkan bangsa yang aman, tentram dan sejahtera. Dan jika bangsa-bangsa sudah terwujud keamanan, ketentraman, dan kesejahteraanya maka akan mewujudkan alam semesta yang terjaga serta menciptakan kedamaian dunia. Tri Rahayu dalam konsepnya merupakan hirarki yang saling terhubung dan terkait satu sama lainnya diawali dari individu membentuk keluarga dan masayarakat, kemudian bangsa, dan dunia. Dari sini dapat difahami bahwa tujuan dan guna pendidikan bukan hanya untuk kepentingan individu perseorangan saja, namun memiliki kepentingan yang lebih besar lagi yaitu agar manusia-manusianya menjadikan bangsa sejahtera, dan dari bangsa-bangsa akan berperan bersama-sama dalam memelihara dan menjaga kedamaian dunia. Jadi pendidikan adalah kuncinya peradaban, sehingga tidak boleh menyepelekan atau menyampingkan pendidikan.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, Ki Hajar dewantara selanjutnya merumuskan aktifitas pendidikan di dalam “Tri Pusat” pendidikan yaitu 1) alam keluarga, 2) alam Perguruan (sekolah), dan 3) alam pemuda (masyarakat). Tri Pusat pendidikan tersebut memiliki kedudukan yang sangat penting dalam berkontribusi mewujudkan tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Alam keluarga akan selalu mempengaruhi budi pekerti anak, alam perguruan (sekolah) akan mempengaruhi ilmu dan budi pekerti, dan alam pemuda (masyarakat) akan mempengaruhi pengembangan diri anak (damayanti dkk: 2021). Maka sudah seyogyanya ketiganya dapat berjalan beriringan dan saling mendukung sesuai perannya masing-masing
Posting Komentar