Islam Kultural dalam Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Daftar Isi

 Sekilas Pemikiran Gus Dur tentang Islam Kultural

Gambar KH. Abdurrahman Wahid

KH. Abdurrahman Wahid atau yang sering dipanggil Gus Dur merupakan salah satu tokoh Pemikir Islam di Indonesia selain beliau juga pernah menjadi sebagai Presiden Republik Indonesia. Banyak dari gagasan-gagasan beliau yang dituliskan dalam buku-buku karangannya, diantara buku karya beliau berjudul “Islamku Islam anda dan Islam kita”. Dalam buku tersebut terdapat pemikiran Gus Dur yaitu “penolakannya terhadap formalisasi, ideologisasi, dan syari’atisasi Islam. Dan sebaliknya, bahwa Gus Dur melihat bahwa kejayaan Islam justru terletak pada kemampuan agama ini untuk berkembang secara kultural. Dengan kata lain, Gus Dur lebih mengapresiasi pada upaya kulturalisasi (culturalization)” (Wahid 2006, xvii).

Penolakan Gus Dur terhadap formalisasi, ideologisasi, syari’atisasi Islam memiliki alasan-alasan tersendiri, diantaranya konsep ideologisasi Islam menurutnya tidak sesuai dengan perkembangan Islam di Indonesia. Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia menjadi pengalaman bagi kita bagaimana Islam bisa berkembang dengan pesat di Indonesia yang saat ini menjadi penduduk Islam terbanyak di dunia yang tidak lepas dari strategi dakwah para da’i ketika itu seperti wali songo. Menurut Mundardjito dalam pengantar buku “Atlas wali songo” karya Agus Sunyoto menyatakan bahwa penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Songo memiliki nilai sejarah kebudaaan yang penting dan bermakna karena strategi penyebarannya dijalankan melalui aspek-aspek budaya yang telah lama dianut masyarakat dan kebudayaan setempat seperti system religi dan kepercayaan, organisasi kemasyarakatan, pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, teknologi dan peralatan” (Sunyoto 2016, xv).

Jika kita mengingat kembali bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia sampai terbentuknya Negara Indonesia yang berideologi pancasila menjadi pertimbangan tersendiri bahwa Negara Indonesia terbentuk dengan sebuah proses yang panjang terutama dalam penentuan sebuah ideologi Negara, dimana bukan menjadikan sebagai Negara Islam ataupun Negara komunis. Walaupun kita juga mengetahui bahwa ada peran yang besar umat Islam dalam kemerdekaan Negara Indonesia tersebut.

Gagasan Islam Kultural atau Pribumisasi Islam Gus Dur

 

Islam kulural salah satu gagasan Gus Dur pertama kali diungkapkan dengan sebutan pribumisasi Islam pada tahun 1980-an untuk menggambarkan bagaimana Islam sebagai ajaran normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing, sehingga tidak ada lagi pemurnian Islam atau menyamakan dengan praktik keagamaan masyarakat muslim ditimur tengah (Naupal n.d.). pada intinya, Islam kultural adalah kebutuhan untuk menemukan jembatan yang menghubungkan antara agama dan budaya bukan untuk menghindari polarisasi antara agama dan budaya melainkan.

Istilah Islam kultural juga sering digunakan untuk menyebut gerakan Islam yang membedakannya dari Islam struktural. Islam kultural dan Islam struktural itu ditentukan berdasarkan pembacaan terhadap makna Isam dalam kaitannya realitas sosio-kultural dan realitas sosial politik yang dihadapi sebagai strategi (Jamil 2013, 293). Menurut Gus Dur yang disampaikan Syaiful arif ada tiga model pendekatan gerakan Islam yang bertujuan untuk mengubah masyarakat. Pertama, pendekatan sosio-politik, yakni sebuah pendekatan yang ingin mengubah masyarakat dan struktur sosialnya dengan menggunakan pendekatan politik. Kedua, pendekatan kultural, gerakan ini menempatkan Islam hanya sebagai budaya semata terutama dalam hal pemikiran dan pengetahuan. Gerakan ini tidak meminjam struktur masyarakat yang ada untuk mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai Islam. Ketiga, pendekatan sosio-kultural yang menurut Gus Dur gerakan yang paling tepat untuk menerapkan nilai-nilai Islam; pertama dengan berangkat dari nilai-nilai budaya setempat seperti pancasila, kedua menggunakan lembaga-lembaga budaya sebagai kendaraan untuk mengubah masyarakat seperti pesantren (Fathoni 2017).

Dari beberapa pengertian Islam kultural di atas kita memahami bahwa dalam menanamkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat tidak harus kaku, dan bisa menyesuaikan dengan budaya lokal. sebagaimana ungkapan Gus Dur membedakan antara Arabisasi dan Islamisasi. Arabisasi yang dimaksud adalah ketika seseorang hanya menonjolkan simbol-simbol arabisme untuk menunjukan keyakinan teologisnya. Hal ini diperparah dengan meyakini simbol-simbol tersebut sebagai sesuatu yang sangat Islami karena sesuai dengan apa yang dipakai Nabi. Oleh karena sudah merasuk sebegitu akutnya dengan simbolisme tersebut, akhirnya secara tidak terasa arabisasi disamakan dengan Islamisasi.

Selanjutnya Gus Dur memberikan sebuah konsep tentang pribumisasi Islam bukanlah ‘jawanisasi’ atau sinkretisme, sebab pribumisasi Islam hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan di dalam merumuskan hukum-hukum agama. Pemikiran Gus Dur tentang Islam kultural atau yang disebut sebagai pribumisasi Islam merupakan cara bagaimana mengadaptasi konsep-konsep ajaran universal Islam dengan nilai-nilai kebudayaan lokal yang tumbuh dalam masyarakat (Jamil 2013, 294). Dapat dikatakan Pribumisasi Islam adalah sebagai proses kompromis dari Islam dan budaya lokal yang berkembang dalam masyarakat.

Posting Komentar