Pesan Cak Nun dalam mendidik anak
Pesan Cak Nun dalam mendidik anak: jangan lolos dari empat (4) hal
Kyai Emha Ainun Najib atau sering dikenal dengan Cak Nun
merupakan salah satu budayawan yang terkenal di Indonesia bahkan di mancan
Negara. beliau merupakan sosok yang dekat dengan masyarakat dengan jama’ah
maiyah-nya. Dalam salah satu kesempatan beliau menyampaikan pesan pokok kepada
orang tua dan para calon orang tua dalam mendidik anak. Ada 4 (empat) hal pokok
yang tidak boleh terlewatkan dalam pendidikan anak yang disampaikannya dalam
acara “Diskusi Publik: Sinau Kedaulatan, Pendidikan & Kebudayaan
bersama Cak Nun” dalam UBTV Brawijaya 30 September 2015. Apa saja pesan beliau terkait dengan pendidikan anak,
berikut penjelasannya:
Pertama Pendidikan Akhlak
Akhlak harus beres
terlebih dahulu, jika akhlaknya sudah baik berarti akidah dan syariatnya juga
baik. Jika akhlaknya belum beres maka tidak akan menjamin yang lainnya, mo
limo benar-benar tidak boleh dilanggar. [Mo limo adalah
salah satu ajaran Sunan Ampel ketika berdakwah dengan pesan moral yang sangat
tinggi. “Mo” yang diartikan tidak mau atau sesuatu yang harus dihindari/dilarang
dan “limo” diartikan “lima” perkara yang harus dihindari tersebut atau dilarang
yang terdiri dari “Madon (main perempuan/zina), Mendem
(mabuk/minuman keras), Maling (mencuri/korupsi), Main
(judi), Madat (candu/ganja/narkoba) (Ghozali dkk, 2023)].
Kalau berkaitan dengan
akhlak menurut penulis berarti disini pendidikan agama dulu yang dibereskan. Pendidikan
agama bukan hanya sebatas dogmatis dan ritual saja, namun dijadikan sebagai dasar nilai dalam
perilaku sehari-hari. Dan standar akhlak itu berbeda dengan moral atau etika,
dimana akhlak memiliki standar kebenaran dari sumber Islam yaitu Alqur’an dan
hadits. Akhlak yang baik harus melekat dalam diri manusia itu sendiri, sehingga
menjadi apapun anak itu nanti akan tetap berpegang teguh pada nilai aqidah,
syariat dan akhlak yang baik.
Kedua Pendidikan Militer
Menerapkan pendidikan militer
disini bukan diartikan sebagai latihan baris berbaris, menembak, atau memanah,
namun diartikan dengan pendidikan yang dilakukan untuk membentuk disiplin anak.
Jangan terjebak dengan kata-kata “kekerasan”, dalam konsepnya pendidikan itu
harus keras, jangan lembek, karena menurut mbah Nun keras itu berbeda dengan
kekejaman. Kekerasan belum tentu kejam, karena halus pun bisa saja sebagai
kekejaman. Beliau juga mengkritik penggunaan kata kekerasan yang disalah
artikan selama ini dalam dunia pendidikan. Yang tidak boleh itu adalah
kekejaman bukan kekerasan, karena hal ini diperlukan untuk menegaskan terkait
pembentukan perilaku disiplin anak. Misalnya pokoknya sholat titik, jam setengah
6 pokoknya mandi titik tidak boleh lagi ditaawar-tawar. Pembiasaan ini akan
membentuk daripada karakter disiplin anak.
Lantas bagaimana dengan
undang-undang perlindungan anak yang mengatur terkait kekerasan anak
dilingkungan sekolah? Hal ini cukup miris sekali jika kiita melihat dunia
pendidikan kita saat ini. Beberapa kasus guru di indonesia yang dilaporkan oleh
orang tua sehingga berurusan dengan pihak kepolisian karena dianggap melakukan
kekerasan terhadap anak. Jika kita bandingkan dengan pendidikan pada era sebelumnya,
peseta didik yang dihukum dengan dipukul, dijemur, atau dicubit oleh gurunya
dengan batas kewajaran hal itudianggap biasa. Malah jika murid pulang mengadu
kepada orang tuanya bukan mendapat pembelaan tetapi mendapatkan tambahan
hukuman dari orang tuanya. Lo kan itu zaman dulu, sekarang sudah zaman modern
dan berbeda? Apakah masih perlu pola
pendidikan seperti itu?
Menurut penulis hal itu
masih perlu dilakukan dengan porsi dan objek yang tepat, maksudnya tidak semua
murid memiliki watak/karakter yang sama untuk di didik secara lembut. Karena ada
sebagian murid yang memang membutuhkan cara keras agar mampu memberikan dampak
perubahan perilakunya. Tentu guru juga tidak akan menghukum muridnya yang tidak
melakukan kesalahan atau pelanggaran. Diibaratkan seorang dokter akan
memberikan dosis yang berbeda dengan sakit pasiennya berdasarkan jenis
sakitnya. Jika sakitnya parah, mungkin akan diberikan obat dengan dosis yang
tinggi, namun jika hanya sakit ringan dokter juga akan memberikan obat dengan
dosis yang rendah. Sama halnya guru akan
memberikan cara pendidikan yang berbeda kepada muridnya dengan watak dan
potensi yang berbeda juga. Selama hukuman tersebut diberikan dengan porsi yang tepat
walaupun dengan kekerasan masih diperlukan untuk murid dengan karakter
tertentu.
Lantas bagaimana dengan dampak
pelanggaran Undang-Undang? Ya, saat ini banyak guru yang takut dalam memberikan
hukuman kepada muridnya karena pelanggaran undang-undang. Mereka khawatir
jika hukuman yang diberikan akan
dianggap sebagai kekerasan dalam pendidikan, sehingga banyak yang acuh tak acuh
lagi dengan perilaku peserta didiknya. Hanya sebatas menasehati dan apabila
masih melanggar banyak yang dibiarkan begitu saja. Maka dampaknya sangat luar
biasa sekali terhadap perilaku peserta didik saat ini, pergeseran hormat kepada
guru, orang tua dan seterusnya.
Kembali lagi dengan
pendapat Mbah Nun tentang pembentukan disiplin anak dengan menerapkan sistem
militer yang keras dan tegas di atas, yang
ditekankan disitu adalah calon atau orang tua anak, jadi jika yang mendidik
orang tuanya langsung maka kemungkinan akan melaporkan terkait kekerasan anak
juga tidak ada. Karena pentingnya pembentukan karakter seperti disiplin ini
dimulai dari pendidikan keluarga. Orang tua tidak bisa mengharapkan hanya dari
pendidikan sekolah, maka berbagi peran sebagai kolaborasi dalam pendidikan anak
memang sangat dibutuhkan.
Ketiga, Pendidikan Akuntansi
Perkenalkan anak kita
untuk menghitung segala sesuatu, bukan dalam arti mengajari anak kita pelit
tetapi lebih kepada memberikan anak agar
bisa mengatur. Kalau saya begini maka nanti orang tuaku seperti apa? kalau aku
begini nanti guruku bagaimana? kalau saya begini terus maka seperti apa? dan seterusnya.
Jadi akuntasi yang dimaksud adalah hitung-hitungan terhadap kehidupan. Namun lebih
baik jika anak sampai mampu pada hitung-hitungan bisnis atau hitungan
manajemen. Tapi dengan syarat akhlak dan disiplin yang sudah bagus sehingga
tidak bisnis oriented atau kapitalis. Akuntansi perlu orang tua ajarkan
kepada anak agar mereka mengerti tentang hitung-hitungan kehidupan, kalau dalam
Islam mbah Nun menyebutnya sebagai muhasabtul hayat.
Keempat, Informasi Teknologi (IT)
Cak Nun berpesan saat ini
jangan sampai tidak menguasai IT di wilayah apapun, syukur bisa menjadi
programer. Karena seluruh penipuan yang terjadi saat ini yang mengerjakan
adalah programer. Paling tidak ini fardhu kifayah, maksudnya
diantara kita harus ada yang menjadi programer. Bila perlu sampai pada tahap hacker
dan cracker dalam tanda kutip untuk perjuangan. Di zaman saat ini anak
harus dibekali dengan kemampuan teknologi.
Pesan cak Nun yang
terakhir ini diperlukan bagi manusia yang hidup dizaman dengan berbagai
kecanggihan teknologi. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang begitu cepat
memasuki dalam berbagai sendi kehidupan manusia. Ketika manusia tidak mampu
menguasai teknologi maka dia yang akan dikuasai dan dikendalikan teknologi. Menguasai
disini bukan hanya sebatas menggunakan tehadap berbagai teknologi, namun
bagaimana dia memahami fungsi, kegunaan, tujuan penggunaan teknologi sehingga
mampu memberdayakan teknologi tersebut untuk kemaslahatan.
Demikian pesan Cak Nun
dalam mendidik anak bagi calon atau yang sudah menjadi orang tua, ada 4 hal
yang harus dijaga jangan sampai lolos,
yaitu akhlak, pendidikan militer, akuntasi, dan informasi teknologi. Mudah-mudahan
mbah nun diberikan kesehatan, aamiin…
Posting Komentar