Menyelami Makna Penderitaan

Daftar Isi

 Menyelami Makna Penderitaan dari Berbagai Perspektif


Penderitaan merupakan bagian dari perjalanan hidup manusia di bumi ini. Dengan porsi  yang berbeda-beda kehadiran penderitaan yang mengiringi hidup manusia disikapi  dengan cara berbeda-beda. Hal ini tidak terlepas dari persepsi manusia itu sendiri dalam mengambil sudut pandang tentang makna penderitaan. Dalam tulisan ini terdapat beberapa perspektif penderitaan yang dirangkum dari sebuah kajian Dr Fahruddin faiz dalam kajian ruti ngaji filsafat MJS chanel dan beberapa referensi  lainnya. Dalam kajian tersebut Fahruddin Faiz mengemukakan diantara ciri-ciri penderitaan diantaranya adanya rasa ketidaknyamanan dan mempersepsi adanya rasa sakit atau ancaman. Berikut uraian singkat beberapa perspektif penderitaan dari berbagai tokoh.

Makna Penderitaan dari Berbagai Perspektif

  • Arthur Schopenhauer; hidup digerakkan oleh keinginan yang semuanya tidak mungkin terpenuhi hingga membuahkan penderitaan. Menurutnya kunci untuk melepaskan penderitaan itu dengan mengontrol dan membatasi keinginan, namun ini menyakitkan. Jika berfikir bunuh diri sebagai solusi maka manusia terjebak pada keinginan lainnya yaitu kehendak atau keinginan untuk mati agar bebas dari penderitaan.
  • Frederich Nietszche; hidup berarti menderita dan untuk survive maka memberikan makna pada penderitaan, bagaimana keterampilan kita memberikan judul atau memberikan makna pada kejadian yang dianggap penderitaan. Misalnya ketika patah hati jangan diberi makna kehilangan pasangan tetapi diselamatkan terhadap pasangan yang kurang pas dengan kita. Artinya bagaimana kemampuan kita membaca dari setiap penderitaan. (apabila memiliki penderitaan, Iyakan kemudian wujudkan dan perjuangkan).
  • Albert Camus; kenapa manusia manusia menderita? Menurutnya karena manusia itu absurd, hidup ini penuh dengan kontradiksi-kontradiksi yang tidak jelas. Tidak sinkronnya antara ideal di kepala dengan kenyataan dalam keseharian. Jalan satu-satunya nikmati saja kehidupan ini.
  • Filosof timur; penderitaan itu sebenarnya terjadi karena manusia ilmunya kurang/pengetahuannya kurang dalam. Penderitaan lahir karena salah memahami  hidup. Maka harus dibereskan pengetahuannya/jalan berfikirnya diawali dirinya sendiri. pertama membahas siapa aku, dari mana, apa peran, apa tujuan dan lain-lain. Jadi menrut pandangan ini tidak melihat masalah tetapi melihat orangnya yang bermasalah.
  • Perspekti agama-agama secara umum; 
  1. Penderitaan dianggap sebagai ujian atau cobaan dari Tuhan atas iman kita, ketika manusia bisa teguh di dalam cobaan maka dia memperoleh pahala atau balasan atau kebahagiaan dari  Tuhan.
  2. Penderitaan dianggap sebagai pembersihan dan jalan pengampunan atas kesalahan atau dosa. 
  3. Penderitaan dianggap sebagai jalan (makna pengorbanan) yang harus ditempuh untuk sampai pada Tuhan.
  • Dalam budhisme membagi beberapa penderitaan/dukha;

  1. Penderitaan biasa (dukkha) misalnya sakit batuk, perut, flu, demam, gigi dan lain-lain.
  2. Penderitaan karena perubahan (viparinama-dukha) misalnya berpisah dengan yang dicintai, bertemu dengan yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap, tangis, putus asa dan lain-lain.
  3. Penderitaan karena memiliki badan jasmani (sankhara-dukha) penderitaan karena kita  lahir sebagai manusia sehinggga bisa mengalami hal-hal seperti tidak berdaya, lemah, tua, mati.

Menurut pandangan ini, bahwa seluruh penderitaan itu disebabkan nafsu yang tiada henti (tanha) dan kebodohan atau kegelapan batin (avvija).

  • Hinduisme memiliki pendapat bahwa penderitaan itu merupakan buah atau akibat dari perbuatan kita (Karma/perbuatan-phala/buah). Berbuat dalam tiga dimensi yaitu perbuatan melalui pikiran, perkataan, tingkah laku. Kalau perbuatannya baik maka hasilnya baik dan begitu pula sebaliknya. Karmaphalaa dibagi  menjadi tiga; 
  1. Sancita karmaphala (balasan yang diterima sekarang atas perbuatan dikehidupan sebelumnya) karena mereka memunyai konsep reinkarnasi. 
  2. Prarabdha karmaphala (perbuatan yang dilakukan saat ini dan balasannya juga saat ini) missal malas-malasan kita hari ini akan kita nikmati saat ini juga.
  3. Kryamana Karmaphala (perbuatan yang dilakukan saat ini namun balasannya akan didapatkan pada kehidupan yang akan datang.
  • Perspektif Taoisme; kekayaan dan kemuliaan apabila dijadikan kebanggaan maka akan menimbulkan penderitaan. maka seorang yang bijaksana setelah melaksanakan kebaikan di dunia maka dia mengundurkan diri. Pada initinya ketika melakukan kebaikan di dunia ini tidak menghitung-hitung kembali dan mengharap apa-apa. Taoisme menganjurkan untuk belajar pada alam yang memberikan manfaat atau kontribusi kepada kita tetapi tidak mengharapkan apa-apa. Jika manusia merasa tidak memilik apa-apa sehingga tidak pernah kehilangan apa-apa. Seperti seseorang yang bekerja dengan tidak membanggakan kepandaiannya, atau  orang yang berjasa namun tidak mengakui pahala. Maka ketika memaknai kehidupan seperti ini menurut taoisme manusia akan terbebaskan dari penderitaan.
  • Perspektif sufisme atau mistik; berpendapat memilih jalan penderitaan untuk pembersihan diri (misalnya puasa, shalat malam, zakat, haji) dengan asumsi bahwa hasrat atau nafsu dan jasmaninya perlu dilemahkan untuk menonjolkan ruhani dan hakiki dapat tampil melalui riyadhah, mujahadah, tazkiyatunnafs.
  • Ki Ageng Suryo mentaram; penderitaan itu merupakan keniscayaan hidup tetapi sifatnya sementara, terkadang susah dan terkadang senang dan terus silih berganti.(MJS Channel, 2020)

 Dari beberapa pandangan tentang penderitaan di atas, sebenarnya penderitaan itu adalah suatu  keniscayaan bagi manusia. Namun menyikapi penderitaan tersebut kembali kepada manusia itu sendiri. Maka perlunya memaknai penderitaan dengan bijak agar dalam menjalani kehidupan ini tidak terpenjara dengan rasa menderita yang berkepanjangan akibat salah persepsi. Penderitaan seyogyanya mampu memberikan kesadaran tentang status “kehambaan” manusia. Sebagaimana menurut Hardianto bahwa “Penderitaan dijadikan sebuah tanda bahwa manusia hanya sebagai makhluk ciptaan dan sangat bergantung sekaligus diberdayakan Tuhan” (Hardianto, 2019).

Terkadang manusia untuk sampai kepada tujuannya perlu melalui proses penderitaan terlebih dahulu. Seperti mampunya seorang anak untuk bisa berjalan menurut survey (Billy Lim) dibutuhkan rata-rata 240 kali proses jatuh bangun dari seorang bayi sebelum dia mampu berjalan (Samuel, 2023). Jika kita ibaratkan tujuan bayi tersebut adalah mampu berjalan, untuk  sampai pada titik berjalan berapa banyak rasa sakit yang harus dirasakan ketika jatuh. Namun dengan senyuman dan penuh semangat dia bangkit lagi untuk mencapai tujuannya agar bisa berjalan.

Mengutip sebuah pernyataan dari mas sabrang yang mengatakan bahwa “hidup adalah penderitaan”. Sebagai contoh misalnya sekolah, mondok atau kuliah pasti mengalami penderitaan, menderita dengan belajar, tugas dan lain-lainnya, jika tidak sekolah, mondok atau kuliah pun juga sama akan mengalami penderitaan dengan ketidaktahuan, kebodohan dan lainnya. Orang yang bekerja atau tidak bekerja (pengangguran) juga sama mengalami penderitaan, namun yang perlu diperhatikan adalah manusia menderita itu untuk apa? Artinya penderitaan itu memiliki arah atau tujuan tertentu yang perlu untuk difikirkan. Dengan demikian, dalam memandang penderitaan yang pasti dialami akan disikapi dan dijalani dengan bijak, karena itu merupakan bagian dari sebuah proses dalam menuju cita-cita tertentu.

Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar