Khutbah Jum'at: Kewajiban Shalat: Pesan Pokok dalam Peristiwa Isra’ Mi’raj
Kewajiban Shalat: Salah Satu Pesan Pokok dalam Peristiwa Isra’ Mi’raj
Khutbah jum’at kali ini tentang kewajiban shalat sebagai salah satu pokok dalam peristiwa isra’ mi’raj. Maka dalam momentum bulan rajab ini, mari kembali kita renungkan tentang kewajiban shalat kepada kita sebagai muslim dan tanggung jawab kita untuk mendidik anak dan keluarga kita agar melaksanakan shalat.
اْلحَمْدُ
للهِ. اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا
بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ
لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا
وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ
عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى
يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي
اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال
تعالى سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ
اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Hadirin sidang jum’at rohimakumullah
Khatib berwasiat kepada diri
sendiri dan kepada jamaah sekalian, marilah senantiasa kita berusaha
untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Karena dengan berbekal takwa
ini mudah-mudahan kita semua akan menggapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Pada jum’at ini, kita masih berada di bulan rajab. Rajab sebagai
salah satu bulan haram (mulia) dari 4 bulan haram. Tentu kita semua sudah tidak
asing dengan peringatan isra’ mi’raj yang di adakan di berbagai masjid/mushola
di desa maupun di kota, mulai dari
yang sederhana hingga dalam sekala
besar. Isra’ dan Mi’raj secara sederhana dibagi ke dalam dua peristiwa, yakni peristiwa
Isra’ dan Mi’raj. Isra’ merupakan perjalanan malam hari yang dilaksanakan oleh
Rasulullah SAW dari masjidil haram (Makkah) menuju masjidil aqsa/Baitul Maqdis.
Sementara, Mi’raj diartikan kenaikan, di mana Allah SWT mengangkat Nabi
Muhammad SAW dari Baitul Maqdis melewati langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha
sebagaimana firman Allah SWT dalam Alqur’an surat Al-Isra ayat 1 sebagaimana
khatib baca di atas.
Surat Al-Isra ayat 1 menekankan bahwa bi’abdihi
yakni status Rasulullah sebagai seorang hamba yang dipanggil
oleh Allah SWT. Karena itu, kalimat yang dipakai
al-Qur’an dalam meriwayatkan perjalanan Nabi untuk Isra’ Mi`raj adalah Allah yang
telah memperjalankan hamba-Nya, bukan Nabi yang melakukan perjalanan sendiri. Hal
itulah membuat Rasulullah diperjalankan melalui peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Dari
peristiwa itu, bahwa nabi Muhammad yang dipanggil Allah mendapatkan misi
tertentu untuk dijalankan.
Peristiwa isra’ dan mi’raj ini diyakini sebagai peristiwa
penting dalam sejarah, yang menjadi esensi/pokok dalam peristiwa penting
tersebut adalah kewajiban shalat. Shalat menjadi satu satunya perintah dari
Allah SWT diberikan kepada Nabi muhammad dan umatnya yang tidak bisa diwakili. dari peristiwa Isra’ Mi`raj, adalah turunnya perintah shalat
lima waktu sebagai ibadah penentu di hadapan Allah, baik penentu di dunia
maupun di akhirat, sehingga untuk menerima perintah ibadah penentu ini, Nabi
menerimanya langsung dari Allah di tempat yang sangat istimewa, Sidratul
Muntaha, yang hanya Allah dan Nabi Muhammad yang tahu. Berbeda dengan
perintah-perintah yang lain yang banyak disampaikan melalui Malaikat Jibril.
Shalat Penentu di dunia? (Ya), sebagaimana sabda Nabi “Bainar
rajuli wa bainal kufri was syirki tarkus shalāti” (Yang membedakan
seseorang dengan orang kafir dan orang syirik adalah meninggalkan shalat); Firman
Allah; “Innas shalāta tanhā `anil fakhsyāi wal munkar” (Sesungguhnya shalat
mencegah dari perbuatan keji dan munkar). Lalu apakah shalat sebagai penentu di
akhirat? (ya), sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi “Inna awwala mā
yuhāsabu bihil `abdu yaumal qiyāmati min `amalihī shalātuhu. Fain shaluhat
faqad aflaha wa anjaha wain fasadat faqad khāba wa khasira … “ (Sesungguhnya
perbuatan manusia yang pertama kali dihisab di hari kiamat adalah salatnya.
Jika salatnya baik, maka sungguh ia telah beruntung. Tapi jika salatnya rusak,
maka sungguh ia telah merugi …).
Hadirin
sidang jum’at rohimakumullah
Selain itu pelajaran penting yang harus didapatkan pada
peristiwa Isra dan Mi’raj yaitu, bahwa perintah shalat merupakan perintah yang
sangat mutlak bagi seorang muslim, sehingga tidak ada alasan untuk meninggalkan
shalat baik dalam keadaan tenang atau perang, bermukim atau musafir, sehat ataupun sakit, maka
shalat tetap wajib dilaksanakan. Dalam alqur’an ataupun hadits
nabi Muhammad banyak sekali terkait dengan perintah shalat. Diantaranya Allah
berfirman dalam Surat Al-Ankabut ayat 45:
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ
وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ
وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
Terjemahannya: Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab
(Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah
(shalat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Ankabut: 45).
Dalam tafsir Tahlili Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad
agar selalu membaca dan memahami Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadanya
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan memahami pesan-pesan Al-Qur’an, ia
dapat memperbaiki dan membina dirinya sesuai dengan tuntutan Allah. Perintah ini
juga ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin. Penghayatan terhadap kalam
Ilahi yang terus dibaca akan mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan budi
pekerti orang yang membacanya. Setelah memerintahkan membaca, mempelajari, dan
melaksanakan ajaran-ajaran Al-Qur’an, maka Allah memerintahkan agar kaum muslimin
mengerjakan shalat wajib, yaitu shalat lima waktu. Shalat hendaklah dikerjakan
sesuai rukun dan syaratnya, serta sunnah-sunnahnya. Jika dikerjakan dengan
sempurna, maka shalat dapat mencegah dan menghalangi orang yang mengerjakannya
dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.
Mengerjakan shalat adalah sebagai perwujudan dari keyakinan
yang telah tertanam di dalam hati orang yang mengerjakannya, dan menjadi bukti
bahwa ia meyakini bahwa dirinya sangat tergantung kepada Allah. Oleh karena
itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya, sesuai bacaan surat al-Fatiḥah dalam shalat,
“Tunjukkanlah kepada kami (wahai Allah) jalan yang lurus, yaitu jalan
orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan
yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat”. Beberapa ulama tafsir
berpendapat bahwa yang memelihara orang yang mengerjakan shalat dari perbuatan
keji dan mungkar itu ialah shalat itu sendiri. Menurut mereka, shalat itu
memelihara seseorang selama orang itu memelihara shalatnya,
Hadirin sidang jum’at rohimakumullah
Rasulullah saw menerangkan keutamaan dan manfaat yang
diperoleh orang yang mengerjakan shalat serta kerugian dan siksaan yang akan
menimpa orang yang tidak mengerjakannya, sebagaimana tersebut dalam hadis:
عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلاَةَ يَوْمًا فَقَالَ:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَالمَ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَلاَ
بُرْهَانًا وَلاَ نَجَاةً وَكاَنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ
وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَاُبَيِّ بْنِ خَلَفَ. (رواه احمد والطبرانى عن عبد الله
بن عمر(
Terjemahaanya: Dari Nabi saw, bahwasanya ia
pada suatu hari menyebut tentang salat, maka ia berkata, “Barang siapa yang
memelihara shalat, ia akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada
hari Kiamat, dan barang siapa yang tidak memeliharanya, ia tidak akan
memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Dan ia pada hari Kiamat bersama
Qarun, Firaun, Haman, dan Ubai bin Khalaf. (Riwayat Aḥmad dan aṭ-Ṭabrani dari
‘Abdullah bin ‘Umar)
Selain hadits tersebut Nabi saw juga menerangkan tentang
keadaan orang yang mengerjakan shalat lima waktu dengan sungguh-sungguh seakan-akan
dosanya dicuci lima kali sehari, sehingga tidak sedikit pun yang tertinggal. Seperti
yang terdapat dalam sabda Rasulullah
saw:
اَرَاَيْتُمْ لَوْ اَنَّ نَهَرًا بِبَابِ اَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ
مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقٰى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئٌ؟ قَالُوْا
لاَيَبْقٰى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ
يَمْحُو اللّٰهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا. (رواه الترمذي عن أبي هريرة)
Terjemahannya: “Bagaimanakah pendapatmu,
andaikata ada sebuah sungai dekat pintu rumah salah seorang dari kamu, ia mandi
di sungai itu lima kali setiap hari. masih adakah dakinya yang tinggal barang
sedikit pun?” Para sahabat menjawab, “Tidak ada daki yang tertinggal barang
sedikit pun.” Rasulullah bersabda, “Maka demikianlah perumpamaan shalat yang
lima waktu, dengan salat itu Allah akan menghapus semua kesalahannya.” (Riwayat
at-Tirmizi dari Abu Hurairah)
Shalat hendaknya bisa menimbulkan keikhlasan bagi orang yang
mengerjakannya, karena shalat dikerjakan semata-mata karena Allah, untuk
memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya sebagaimana yang dibaca dalam do’a iftitah
(sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyanlah untuk Allah
Tuhan Semesta Alam). Sebagai perwujudan dari ikhlas ini pada diri seseorang
ialah timbulnya keinginan di dalam hatinya untuk mengerjakan segala sesuatu
yang diridhai Allah. Bertakwa kepada Allah maksudnya ialah timbulnya keinginan
bagi orang yang mengerjakan shalat itu untuk melaksanakan semua yang
diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. Dengan shalat
seseorang juga akan selalu mengingat Allah, karena dalam bacaan salat itu
terdapat kalimat tasbih, tahmid, dan takbir.
Hadirin sidang jum’at rohimakumullah
Secara Syari’at perintah shalat tidak berhenti pada diri kita
sebagai seorang ayah atau orang tua. Kita diwajibkan untuk mendidik anak-anak
kita dan keluarga kita untuk melaksanakan shalat. Salah satu ayat alqur’an yang berkaitan
dengan dorongan kepada anak agar menjalankan ibadah salat yaitu firman Allah dalam
Alqur’an Surat Luqman [31] ayat 17 (Terjemahannya: “Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
(Q.S. Luqman: 17). Sedangkan perintah Allah agar keluarga kita juga dididik
untuk melaksanakan shalat terdapat dalam Alqur’an Surat Ṭhaha [20]: 132 (Terjemahannya:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi
rezki kepadamu, dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa”
(Q.S. Thaha: 132).
Selain
ayat di atas Nabi Muhammad Saw juga bersabda tentang perintah untuk mendidik
anak kita untuk melaksanakan shalat sebagaimana sabda beliau yang artinya “Dari ‘Amr ibn Syuʻaib dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata:
Rasulullah bersabda: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat
apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur
sepuluh tahun maka pukullah mereka, apabila tidak melaksanakannya, dan
pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H.R. Abu Dawad.)
Dari beberapa dalil di atas tentang kewajiban sebagai ayah atau
orang tua untuk mendidik anak dan keluarganya agar melaksanakan shalat sudah
sangat jelas. Bahwa shalat merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan
dengan alasan apapun jika sudah memenuhi syaratnya. Bahkan dalam konteks hadits
tentang mendidik anak kita untuk melaksanakan shalat kita sebagai orang tua
diperintahkan untuk memukul jika dia tidak mau melaksanakan shalat pada usia
baligh. Tentu pukulan yang diberikan dengan pukulan yang terukur sebagai
konsekuensi hukuman kepada anak kita yang telah meniggalkan salah satu
kewajibannya.
Yusuf al-Qarḍawi memandang bahwa boleh jadi memukul merupakan
sarana dalam mendidik anak dapat diganti dengan sarana lain yang pada dasarnya
memunyai tujuan yang tetap yaitu agar anak menjalankan shalat. Namun jika
sarana lain tidak mampu menyebabkan anak melaksanakan shalat maka diperbolehkan
memukul anak agar melaksanakan shalat ketika dia sudah mencapai usia baligh.
Hadirin sidang jum’at rohimakumullah
Demikianlah khutbah singkat pada hari ini, di bulan rajab yang
mulia ini kita memohon kepada Allah, semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah
Swt untuk menjaga diri kita, anak-anak dan keluarga kita agar tetap
melaksanakan shalat yang merupakan pewujudan ketundukan kita sebagai seorang
hamba Allah Swt.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ
هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ
تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن
َ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ
مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
Posting Komentar