Cerita Dosa Toleransi Lek Wah
Cerita: Dosa Toleransi Lek Wah
Cerita tentang toleransi beragama di desa yang sering terjadi secara alami. Di desa saya mayoritas masyarakatnya muslim, namun ada dua keluarga non muslim dan hidup damai berdampingan. Suatu ketika ada salah satu keluarga non muslim di desa saya yang meninggal dunia yang kebetulan rumahnya dekat dengan lek wah.
Jadi sore hari dengan wajah cemas lek wah membawa ranjung
(keranjang dari rotan) yang kosong menghampiri saya yang sedang duduk di depan
rumah.
Saya: dari mana lek wah?
Lek wah: ini mas saya barusan keliling ngantar asul-asul
(nasi yang lengkap dengan lauk pauknya dibungkus wadah dari plastik).
Lek wah: mas sebenarnya saya kesini mau tanya, kan
saya diminta tolong untuk ngantar asul-asul ini ke tetangga dan keluarga
si fulan (non muslim), karena salah satu anggota keluarganya baru
meninggal. Itu gimana ya mas saya sebagai muslim?
Saya: oww nggak papa lek wah kan mbantu tetangga
sekedar menghantar itu nggak masalah. yang diantar juga nasi dan lauknya yang
halal kan.
Lek Wah: iya mas, tapi sebelumnya saya diundang untuk
hadir di acara tersebut siang tadi mas.
Saya: laa emang acaranya apa lek wah?
Lek wah: tadi itu seperti do'a bersama gitu mas,
sambil ada nyanyian acaranya, saya hadir tapi dalam hati saya juga gelisah kira-kira saya itu hadir sebagai muslim itu gimana? Dosa nggak saya mas? Tanya lugu lek
wah ke saya.
Saya: oww emang lek wah disuruh apa tadi waktu hadir?
Lek wah: Ya nggak papa mas cuma duduk dibelakang
diam, mereka do’a sambil nyanyian atau apa tadi menurut keyakinan mereka?
Saya: jangan-jangan lek wah ikut meng-amin-kan tadi
waktu do’a bersama ya? canda saya sambil ngeledek lek wah.
Lek wah: dengan wajah serius menjawab, nggak mas, serius,,,,
saya cuma duduk diam dibelakang tadi setelah selesai makan bersama juga tadi. Makan
juga tadi ayamnya saya yang nyembelih kok mas, karena kebiasaan tetangga sudah
tau kalau kita muslim yang nyembelihnya harus muslim, jadi saya tadi disuruh
mbantu nyembelih ayamnya. Niat saya cuma toleransi mbantu tetangga saja
sebenarnya mas, tapi saya takut dosa nggak ya toleransi saya kayak gitu?
Saya: ya kalau lek wah hadir memenuhi undangan
sebagai wujud toleransi nggak papa lek wah, namanya juga tetangga kita. Apalagi
sampean disuruh mbantu ngantar asul-asul tadi.
Lek wah: oww jadi nggak papa ya mas toleransi saya
seperti ini tadi?
Saya: nggak papa lek wah, keyakinan kita memang
berbeda tetapi dengan tetangga non muslim kita tetap harus saling membantu.
Jawab saya untuk menenangkan lek wah.
Lek wah: syukurlah mas, saya kepikiran dan takut
toleransi saya jadi dosa mas. Ya sudah mas
mau maghrib saya izin pulang dulu karena ada acara yasinan nanti malam.
Saya: looo ditempat non muslim tadi apa yasinan lek
wah?
Lek wah: waaahhh bukan to mas, ada acara lain lagi ditempat
keluarga saya.
Saya: oww… saya kira mau mimpin yasin ditempat
tetangga non muslim sampean…sambil tertawa lek wah beranjak pulang.
Cerita di atas hanya sekelumit bagian kecil saja kisah toleransi dan kerukunan umat beragama yang terjadi sudah sejak lama di desa kami. Dengan tidak banyak memperdebatkan teori mereka biasanya langsung mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melakukan dan mengetahui batas toleransi masing-masing, maka keharmonisan dalam bermasyarakat akan tetap terjaga.
Posting Komentar