Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib dalam Pendidikan Islam
Perdebatan Term Tarbiyah,Ta'lim, dan Ta'dib
Membahas
pendidikan Islam terdapat beberapa term yang sering menjadi perdebatan
didalamnya, yaitu tarbiyah, ta’alim, dan ta’dib. Masing-masing
term tersebut berimplikasi terhadap pemahaman tentang pendidikan Islam. Untuk
itu dalam tulisan ini akan diuraikan beberapa pendapat tentang term tersebut:
1.
Tarbiyah
Tarbiyah menurut An-Nahlawi berasal dari tiga kata; 1) rabba-yarbu
berari bertambah dan bertumbuh. 2) rabiya-yarba berarti menjadi besar,
3) rabba-yarubbu dengan bentuk (wazan) madda-yamuddu yang
berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara (Umar,
2010, hlm. 21–22).
Lebih lanjut an-Nahlawi menyimpulkan dari tiga kata tersebut dalam term
tarbiyah terdiri dari unsur: 1) menjaga dan memelihara fitrah anak, 2)
mengembangkan seluruh potensi anak, 3) mengarahkan fitrah dan potensi anak menuju
kebaikan dan sempurna, 4) prosesnya dilakukan bertahap.
2.
Ta’lim
Ta’lim merupakan kata
yang berasal dari “allama” dan “yu’allim” yang berarti mengajarkan. Sejumlah
ahli menyamakan istilah “pendidikan” dengan istilah “ta’lim” yang
berarti “mengajar”, sementara yang lain membedakan kedua istilah tersebut.
Wehr menyatakan
bahwa kata ta’lim dapat merujuk pada beberapa hal, termasuk informasi,
nasihat, instruksi, pengarahan, pengajaran, pelatihan, pendidikan, serta
pengalaman kerja atau periode belajar untuk memperoleh keterampilan tertentu (Zahra dkk., 2024).
3.
Ta’dib
Ta'dib berasal dari
kata addaba yang berarti memberi adab, atau mendidik (Husaini, 2013).
Menurut pendapat lain ta’dib secara bahasa berasal dari kata aduba-ya'dubu,
yang berarti “tata krama, mengadakan pesta atau perjamuan, dan bersikap sopan”.
Berdasarkan arti tersebut ta’dib
didefinisikan suatu upaya dengan tujuan menciptakan situasi dan kondisi agar
jiwa dan hati anak mengarah pada perilaku yang beradab (Zahra dkk., 2024).
Perdebatan Term
Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib
Athiyah al-Abrasyi menyatakan tarbiyah mencakup
seluruh aktivitas pendidikan,
karena dalam kata
itu tercakup seluruh upaya
mempersiapkan anak didik
mencapai kesempurnaan,
mencapai kebahagian hidup,
cinta tanah air,
memperkuat fisik, mempertajam
intuisi membentuk akhlak,
kreatif, toleransi, dan terampil. Sementara itu, ta’lîm
adalah bagian dari pada tarbîyah yang mencakup hanya ranah pengetahuan (kognitif). Dalam
pandangannya, tarbîyah mencakup
seluruh domain dalam pendidikan yaitu kognitif, afektif (sikap)dan psikomotorik (keterampilan)
(Solichin, 2009).
Berbeda dengan
pandangan Abdul Fattah Jalal yang menyatakan bahwa ta’lîm memiliki makna yang lebih luas dari pada tarbîyah, karena ketika Rasulullah mengajarkan bacaaan Alqur’an kepada kaum muslimin, beliau tidak
sebatas pada upaya agar mampu membaca, tapi mampu membaca sekaligus dihayati
dan direnungi yang berisi pemahaman dan tangung
jawab serta amanah. Dengan menggunakan
cara membaca seperti itu Rasululah membawa kaum muslimin pada
proses penyujian jiwa (tazkiyah al-nafs), serta membawa
jiwa mereka kepada kondisi yang memungkinkan mereka menerima al hikmah
(Solichin, 2009).
Naquib al-Attas memiliki
pandangan tersendiri terkait istilah tarbiyah dan ta'lim yang menurutnya tidak tepat untuk pendidikan Islam. Tarbiyah dalam
pandangan al-Attas berarti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan,
memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, memproduksi
hal-hal yang sudah matang dan menjinakkan (al-Attas, 1992, hlm. 66). Term tarbiyah menurut al-Attas
terlalu luas untuk pendidikan karena bisa digunakan untuk hewan dan tumbuhan
selain manusia. Sedangkan istilah ta'lim menurut al-Attas berarti "pengajaran" (Badarudin, 2002, hlm. 28). Menurutnya makna ini telalu sempit jika digunakan
untuk istilah pendidikan.
Menurut al-Attas tidak dipakainya konsep ta'dib sebagai pendidikan
dan proses pendidikan berakibat menimbulkan kebingungan dan kesalahan dalam
pengetahuan, yang selanjutnya membuat kondisi hilangnya adab pada umat, serta
menimbulkan bangkitnya pemimpin-pemimpin yang tidak memenuhi syarat
kepemimpinan seperti intelektual,
spiritual, dan standar moral (Ghoni, 2017.).
Kalau dilihat
secara historis, kegiatan pendidikan pada masa klasik lebih
dikenal orang dengan term kata ta'dib. Pengertian seperti ini terus
terpakai sepanjang masa kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang
dihasilkan oleh akal manusia pada masa itu disebut adab, baik yang berhubungan
langsung dengan Islam seperti fiqih, tafsir, Tauhid, ilmu bahasa arab dan
sebagainya, maupun yang tidak berhubungan langsung dengan Islam seperti ilmu
fisika, filsafat, astronomi, kedokteran, farmasi, dan lain-lain (Umar, 2010, hlm. 25–26).
Walaupun
terdapat perdebatan dalam mendefinisikan term ta'lim, tarbiyah, dan ta'dib
dalam pendidikan Islam, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat persamaan
yang mendasar dari beberapa pendapat di atas yaitu semuanya menekankan
penanaman nilai-nilai Islam, pembentukan perilaku dan akhlak al-karimah baik
secara eksplisit maupun implisit.
Penggunaan Term Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib di Indonesia
Penggunaan
term tarbiyah dalam pendidikan Islam di Indonesia lebih umum dalam pendidikan dibandingkan
dengan ta’lim dan ta’dib. Hal ini dapat kita ketahui pada
Perguran Tinggi Keagamaan Islam yang menggunakan term tarbiyah pada
fakultas jurusan pendidikan atau bentuk institusi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
(STIT) yang menyelenggarakan program studi-program studi pendidikan. term
ta’lim di Indonesia digunakan untuk pendidikan keagamaan Islam non
formal yang diselenggarakan lembaga atau kelompok masyarakat sebagai sarana dakwah
Islam yang disebut Majelis Taklim (Peraturan Menteri Agama RI tentang Majelis Taklim, 2019). Sedangkkan penggunaan term ta’dib dalam
pendidikan di Indonesia saat ini masih belum familiar.
Posting Komentar