Pengertian dan Pesepsi Waktu
Pengertian dan Model Persepsi Waktu
Waktu menjadi salah satu misteri dalam kehidupan manusia, karena keberadaannya sering dianggap tidak oleh manusia (ketidaksadaran). Waktu itu terus ada dan kontinu, sedangkan kebermanfaatan waktu tergantung bagaimana manusia memiliki kesadaran bahwa waktu itu terus berjalan. Dalam sebuah syair bahwa waktu diibaratkan sebuah senjata yang mampu digunakan sebagai alat pelindung manusia dan jika tidak mampu menggunakannya maka akan menjadi boomerang yang akan melukai manusia itu sendiri. Dari sudut pandang eksistensialis menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk (being) yang ada dalam hubungannya dengan waktu dan tempat tertentu, serta makna tertentu .
Pengertian Waktu
Waktu
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa pengertian yaitu 1) seluruh
rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung;
2) lamanya (saat yang tertentu); 3) saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu;
4) kesempatan; tempo; peluang; 5) ketika, saat; 6) hari (keadaan hari); 7) saat
yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia (Hasil
Pencarian - KBBI VI Daring, 2016).
Konsep waktu sangat
sulit difahami, karena sifatnya yang abstrak dan sulit untuk diungkapkan dengan
kata-kata yang memberikan pemahaman tersendiri. Seperti yang diungkapkan
agustinus bahwa “jika seorang tidak mengajukan pertanyaan aku tahu, tetapi jika seseorang mengajukan
pertanyaan dan aku mau memberi penjelasan, aku
tidak tahu lagi” (Faiz, 2020, hlm. 224). Quraish Shihab yang mengutip pendapat Malek bennabi memberikan
pengertian waktu “adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu
kala, melintasi pulau, kota dan desa, membangkitkan semangat atau meninabobokan
manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari
kehadiran waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu selain Tuhan
tidak akan mampu melepaskan diri darinya.”
Karena sulitnya
untuk menjelaskan tentang waktu maka kedua pendapat tersebut hanya memberikan
gambaran kiasan tentang waktu. Sebagaimana menurut Indirasari bahwa “Waktu
merupakan suatu konsep abstrak yang sebagai objek tidak bisa dilihat secara langsung
sehingga pembelajaran tentang konsep waktu diperoleh berdasarkan pengalaman
maupun sosialisasi konsep waktu yang diajarkan dalam suatu budaya sehingga waktu
tidak dipersepsikan secara universal (Indirasari, 2019).
Waktu Menurut Alqur’an
Menurut Quraish
Shihab dalam Alqur’an terdapat beberapa term tentang waktu;
- Ajal; term ajal menunjukkan bahwa manusia memiliki batas akhir. Hak ini terdapat dalam Alqur’an Surat Yunus ayat 49 dan al-Qashas ayat 28.
- Dahr: diartikan sebagai durasi. dahr digunakan untuk saat berkepanjangan yang dilalui alam raya dalam kehidupan dunia ini, sejak diciptakan Allah sampai akhirnya punahnya alam semesta ini (QS. Al-Insan [74]:1 dan QS. Al-Jatsiyah [45]: 24. Kalau dalam vidio atau film biasanya sering ditanya berapa durasinya, yang menunjukkan lama vidio atau film dari awal sampai selesai.
- Waqt: digunakan dalam arti batas akhir, kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa (QS. An-Nisa [4]: 103). Seperti waktu duhur yang dimulai dari tergelincirnya matahari sampai panjang suatu bayang melebihi benda, ketika kita sibuk bekerja atau aktifitas lain sehingga melewatkan sampai sore maka kesempatan atau peluang duhur kita habis.
- Ashr: waktu menjelang terbenamnya matahari. Ashr diartikan sebagai “masa” secara mutlak (QS. Al-Ashr: 1). Memberikan kesan bahwa saat-saat yang dialami oleh manusia harus diisi dengan kebaikan.
Jika merujuk pada term Alqur’an di atas maka ada beberapa konsep
yang dijelaskan berkaitan dengan waktu. Term tersebut ditempatkan pada konteks
dan peristiwa yang berbeda-beda.
Model Persepsi Waktu
Waktu linier
Pandangan model ini menyatakan bahwa
waktu itu bersifat mutlak. Linier yang dimaksud adalah waktu berjalan maju
terus dan tidak mungkin mundur. Waktu berjalan linier ke depan dari masa
lalu ke masa depan. Adanya ciri linearitas
ini menyebabkan waktu terbagi atas masa lalu, masa sekarang, dan masa depan
yang terpisah-pisah satu sama lain. Masa lalu mencerminkan segala kejadian yang
sudah terjadi dan tidak bisa diulang, dan masa depan adalah suatu hal yang baru
dan bisa dipersiapkan di masa sekarang. Ada istilah time is money dimana
waktu dipandang sangat berharga yang mengibaratkan ketika kita kehilangan waktu
maka akan kehilangan uang. Karena itu model linieritas ini menekankan
kehati-hatian dengan waktu yang terbatas agar jangan sampai kita terlena,
begitu terlewat maka hilang.
Waktu sirkular
Model pandangan sirkular menganggap
bahwa waktu itu berputar dan tidak jalan terus lalu habis. Waktu akan kembali
lagi bukan dari segi kuantitasnya tapi dari
segi kualitasnya. Waktu bukan sumber daya terbatas melainkan tak
terbatas dan berulang terus. Bila ada pernyataan bahwa sejarah itu beruang
berarti dia berpandangan waktu itu sirkular. Sebagai contoh misalkan kita
mengalami kegagalan ketika mengikuti tes CPNS atau PPPK, jika kita berpandangan
waktu sirkular maka hal itu tidak apa karena besok-besok masih ada tes lagi,
mungkin bukan kesempatan kali ini, tapi kesempatan lain pasti ada. Berbeda
dengan pandangan model linier bahwa kesempatan tidak datang dua kali, ketika kita gagal maka akan kehilangan (Faiz, 2020).
Dari kedua model tersebut kita harus
bijaksana dalam memandang waktu tersebut. Ada saatnya kita memakai model linier
dan ada kalanya memakai model sirkular. Jika kita menggunakan model linier
terus maka akan menyebabkan terlalu bernafsu dan grusah grusuh dalam
bahasa jawa (terburu-buru). Tapi jika kita menggunakan model sirkular terus,
maka kita juga akan menyepelekan dengan bersantai dan menganggap biasa sehingga
tidak mau berjuang.
Waktu Objektif dan Waktu Subjektif
Waktu objektif adalah waktu seperti
di kalender dan jam tangan misalnya 1 detik, menit, atau 1 jam, satu hari,
minggu, bulan, atau satu tahun. Dan kita semua sepakat bahwa 1 jam itu 60 menit
satu minggu adalah 7 hari semuanya sama. Sedangkan waktu subjektif adalah waktu
berdasarkan yang kita rasakan dan kita serap untuk diri kita sendiri. Ketika
berdasarkan perasaan maka pengalaman yang muncul terkait waktu akan
berbeda-beda. Misalkan seperti ketika kita belajar matematika, jika matematika
adalah pelajaran yang kita senangi maka 1 jam itu berjalan normal bahakan
dianggap cepat, berbeda dengan orang yang tidak senang dengan matematika,
belajar satu jam bisa dianggap 2 jam atau lebih dan terasa lama.
Ada kisah dalam Alqur’an yang sangat
terkenal yaitu Ashabul Kahfi
menceritakan tentang para pemuda tertidur di dalam gua selama tiga
setengah abad (350) tahun. Para pemuda yang tertidur selama 350 tahun merasakan seperti hanya tidur satu
malam. Dan ketika keluar dari gua ternyata mata uang yang mereka gunakan sudah
berbeda dengan yang gunakan saat tersebut. Waktu objektifnya dalam kisah
tersebut adalah 350 tahun dan waktu subjektifnya adalah bagai para pemuda tersebut hanya satu malam.
Dalam banyak aktifitas kehidupan
kita sehari-hari juga sama, pasti kita banya mengalami waktu objektif dan
subjektif. Ada cerita ketika seseorang bertanya tentang keadilan Allah dalam
membangkitkan manusia di alam kubur.
Orang yang meninggal puluhan abad yang lalu harus menunggu lama sampai waktu
hari kebangkitan. Dan yang meninggal mendekati hari kebangkitan hanya menunggu
waktu yang tidak terlalu lama sehingga dianggapnya hal tersebut tidak adil.
Jika mengacu waktu objektif dan subjektif bisa saja yang dianggap lama itu
serasa normal secara subjektif bagi yang mengalaminya dan Allah maha kuasa
untuk itu semua. Yang membuat lama itu bukan jarak tunggu satu sama lainnya
melainkan subjektifitas dalam merasakan berlalunya waktu tersebut.
Wallaahu a’lam bishshawab
Posting Komentar