Nilai dan Pelajaran dalam Ibadah Puasa
Menggali Nilai dan Pelajaran dalam Ibadah Puasa
Puasa merupakan salah satu bagian dari sebuah bangunan dalam Islam.
Sebagaimana dalam sebuah hadits nabi Muhammad Saw:
عَÙ†ْ
Ø£َبِÙŠْ عَبْدِ الَّرØْÙ…َÙ†ِ عَبْدِ اللهِ بْÙ†ِ عُÙ…َرَ بْÙ†ِ الْØ®َØ·َّابِ رَضِÙŠَ اللهِ
عَÙ†ْÙ‡ُÙ…َا Ù‚َالَ : سَÙ…ِعْتُ رَسُÙˆْÙ„َ اللهِ صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ… ÙŠَÙ‚ُÙˆْÙ„ُ
: بُÙ†ِÙŠَ الإسْلاَÙ…ُ عَÙ„َÙ‰ Ø®َÙ…ْسٍ : Ø´َÙ‡َادَØ©ِ Ø£َÙ†ْ لاَØ¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِلاَّ اللهُ Ùˆَ Ø£َÙ†َّ
Ù…ُØَÙ…َّدًا رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ ÙˆَØ¥ِÙ‚َامِ الصَّلاَØ©ِ ÙˆَØ¥ِÙŠْتَاءِ الزَّÙƒَاةِ, ÙˆَØَجِّ الْبَÙŠْتِ,
ÙˆَصَÙˆْÙ…ِ رَÙ…َضَانَ. (رواه البخاري Ùˆ مسلم(
Artinya: Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa
tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan berpuasa ramadhan.
(Shahih Bukhari, Kitab Iman, no. 8, Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Bayanu
Arkanil Islam, no.16)
Dari hadits di atas puasa disebutkan terakhir, namun dalam beberapa
hadits lain puasa terlebih dahulu sebelum haji. Secara kesamaan perlu kita
fahami bahwa bangunan Islam terdiri dari 5 hal di atas. Jadi kalau diibaratkan
bangunan kekuatannya akan berbeda jika hanya didirikan salah satu dari lima itu
atau dalam kata lain tidak lengkap.
Menurut
imam ghazali bahwa puasa itu seperempat dari iman dan setengah dari sabar dan
sabar itu setengahnya iman. Jadi ketika seseorang mampu menjaga diri dari
kesabaran maka sudah menjaga setengah dari iman. Pada hakikatnya puasa
merupakan dari prilaku menjalankan proses kesabaran. Kesabaran menahan dari
segala sesuatu yang membatalkan puasa. Ketika puasa di siang hari kita punya
makanan, minuman, dan istri, namun mampukah kita menahan (sabar) tidak
menikmatinya sebelum waktu berbuka.
Cara
kita menjalani agama diawali dari iman,
kemudian dilanjutkan belajar tentang beriman dengan baik melalui pemahaman mulai dari mempelajari apa
yang diperintah dan dilarang oleh Allah. Lanjut pada level Islam dan Ihsan dimana
kita berada pada level menjalani Islam. Dan di level selanjutnya yaitu makna/asrar/hikmah, kita menjalankan
sesuatu dengan menggali makna dan hikmah dibalik ibadah tersebut.
Sejarah ibadah puasa dalam Islam
Puasa
merupakan ibadah yang cukup tua dilakukan sejak mulai nabi Adam. telah
diperintahkan oleh Allah Swt untuk melakukan ibadah puasa. Dalam sebuah
riwayat, Nabi Adam as. melakukan ibadah puasa putih, yaitu tanggal 13, 14 dan
15. Disebut puasa putih karena pada tanggal itu tampak malam yang putih terang
dengan sinar bulan. Nabi Daud as. melakukan ibadah puasa setengah tahun dengan
cara puasa sehari dan berbuka sehari dalam setahun. Nabi Musa as. melakukan
puasa selama 40 hari termasuk puasa „Asyura‟ (tanggal 10 Muharram). Siti
Maryam saat mengandung Nabi Isa as. Melakukan puasa dengan cara tidak bicara
kepada siapapun kecuali dengan cara isyarah selama tiga hari. Demikian
juga Nabi Muhammad Saw melakukan puasa ‘Asyura dan Tasyu’a (tanggal 9 dan 10 Muharram)
sebelum Allah Swt mewajibkan puasa Ramadhan sebulan penuh. (Cholil Nafis,
2015:2)
Puasa di bulan Ramadhan disyariatkan pada tahun kedua hijriyah. Allah menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 183-185 sebagai perintah wajib puasa Ramadhan. Setelah puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah SAW memberikan pilihan kepada sahabatnya untuk mengamalkan dan tidak mengamalkan puasa Asyura. Tahapan pewajiban puasa melalui tiga fase sebagaimana riwayat hadits Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi. Kewajiban fase pertama, kewajiban puasa selama tiga hari dalam setiap bulan dan puasa Asyura. Fase kedua, kewajiban puasa Ramadhan dengan pilihan berbuka puasa dan denda fidyah bagi mereka yang mampu secara fisik menjalankan puasa. Mereka yang ingin berpuasa dipersilakan. Mereka yang memilih berbuka puasa, juga dipersilakan dengan fidyah. Sedangkan fase ketiga, kewajiban puasa Ramadhan tanpa pilihan fidyah bagi mereka yang mampu secara fisik. (Ismail, 2015: 60).
Nilai-Nilai dalam Ibadah Puasa
Puasa
tidak hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi binatang dan tumbuh-tumbuhan
(juga) dinyatakan “melakukan puasa” demi kelangsungan hidupnya. Selama
mengerami telur, ayam harus berpuasa. Demikian pula ular, berpuasa baginya
untuk menjaga struktur kulitnya agar tetap keras terlindung dari sengatan matahari
dan duri hingga ia tetap mampu melata di bumi. Ulat-ulat pemakan daun pun
berpuasa, jika tidak ia tak kan lagi menjadi kupu-kupu dan menyerbuk
bunga-bunga. Jika berpuasa merupakan sunnah thabî'iyyah
(natural tradition, tradisi yang
alami) sebagai langkah untuk tetap survive,
mengapa manusia tidak mau melakukannya? Terlebih lagi jika kewajiban untuk
berpuasa diembankan kepada umat Islam, tentu saja memikili makna filosofis dan
hikmah tersendiri. Karena, ternyata puasa bukan hanya menahan dari segala
sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melainkan merefleksikan
diri untuk turut-serta hidup berdampingan dengan orang lain secara harmonis,
memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri dengan sikap tepaselira dengan menjalin hidup dalam
kebersamaan, serta melatih diri untuk selalu peka terhadap lingkungan untuk
menciptakan kebahagiaan secara bersama. (Muhsin Haryanto).
Menurut
Aristoteles bahwa ada tujuan tertinggi yang membuat manusia melakukan suatu
perbuatan atau pekerjaan yaitu kebahagiaan. Menurutnya kebahagiaan belum tentu
menghindari rasa sakit dan kebahagiaan tidak selalu harus melalui rasa sakit,
karena bisa saja seseorang melakukan sesuatu yang terasa sakit tetapi dalam pelaksanaannya
dia bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Seperti halnya puasa Ramadan, di mana
seorang muslim yang tidak berhalangan diwajibkan menahan haus, lapar dan nafsu
seksnya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Tentu itu bukan perbuatan yang nikmat dalam
pelaksanaannya, tetapi dalam pelaksanaan puasa Ramadan adalah menunaikan
kewajiban dan tujuannya tentu untuk
sebuah kebahagiaan (MY, 2023).
1. Normatif (nilai yang menjadi norma aturan kewajiban)
2.
Purifikatif
(membersihkan kotoran diri kita)
3. Preventif (pencegahan/rem) pengendalian diri
4. Preserfative (memelihara) hadits tentang berpuasalah maka kalian akan sehat (jasmani, mental, dan spiritual).
Pelajaran dalam Ibadah Puasa
1.
Kepatuhan
Orang yang
menjalankan puasa sebenarnya sedang patuh menjalankan perintah Allah.
2.
Pelatihan/riyadhah
Selama puasa
kita dilatih agar tidak melakukan hal-hal maksiat, mengatu pola makan, dan
meningkatkan ibadah. Seyogyanya selesai ramadhan apa yang dilakukan selama
bulan puasa dilanjutkan 11 bulan selanjutnya.
3.
Pengorbanan
Mengorbankan
keinginan kita demi keinginan Allah, mengorbankan kehendak kita demi
menjalankan kehendak Allah. Dalam bahasa
Ibn Arabi bahwa puasa merupakan cinta spiritual seorang hamba kepada
Allah dan cinta spiritual adalah sebuah proses mencapai hakikat manusia yang
dipandang sebagai kesadaran eksistensi (Khair, 2022). Kesadaran eksistensi yaitu mengetahui dirinya dan
kebutuhannya sehingga puasa juga merupakan bagian dari kebutuhan individu meskipun
penisbahannya diberikan kepada Tuhan.
4.
Penyucian
Satu bulan saja
kita menjaga diri kita baik lahir maupun batin akan menjadikan kita menjadi
fitri ketika keluar dari ramadhan. Ibn Arabi menjelaskan inti dari puasa adalah
kembali pada kesucian setelah beribadah selama 30 hari lamanya. Secara
tekstual perkataan Ibn Arabi dapat diartikan sebagai berikut;
“Setiap hari adalah Idul Fitri bagi mereka
yang tidak berbuat dosa”
5.
Perjuangan/jihad/mujahadah
Kita berjuang
mengalahkan diri kita sendiri, yaitu jihad melawan nafsu kita.
6.
Keikhlasan
Puasa merupakan
ibadah yang tidak bisa dilihat oleh orang, hanya pelaku dan Allah saja yang
mengetahui seseorang berpuasa ataupun tidak.
7.
I’tibar
tentang kelemahan diri kita
Betapa lemahnya diri ini, betapa terbatasnya diri ini ketika tidak diasupi makanan dan minuman fisik kita menjadi lemah/lesu (Fahruddin Faiz, 2022).
Puasa secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Emha Ainun Najib (Mbah Nun) puasa adalah ketika kita berhak melakukan
sesuatu tapi kita tidak melakukan sesuatu dengan batas waktu tertentu. Atau
kesadaran untuk memahami segmen. Jadi puasa adalah perilaku sehari-hari kita,
sebagai contoh ketika seseorang ingin berhubungan dengan banyak wanita tapi
kita berpuasa dengan hanya berhubungan dengan istri atau suami kita. Pada
hakikatnya puasa bukan hanya puasa makan dan minum, tetapi dilakukan secara
terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Karena manusia sering lalai maka
pada setiap ramadhan diingatkan kembali oleh Allah untuk pelatihan, pendidikan
bagi manusia.
Posting Komentar