Kata Kunci Kebahagiaan

Daftar Isi

 Konsep, Level, dan Langkah Menuju Kebahagiaan




Tulisan ini hanya merupakan deskripsi dari bagian ngaji filsafat oleh Dr. Fahruddin Faiz yang membahas tentang kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh semua manusia. Dalam tulisan ini dijelaskan tentang konsep kebahagiaan, level kebahagiaan serta langkah bahagia menurut salah satu tokoh pemikiran Islam yaitu Imam Ghazali.

 

Konsep Kebahagiaan

Setiap manusia memiliki keinginan yang sama ketika ditanya apa yang menjadi dambaannya, yaitu ingin bahagia dunia dan akhirat. Namun ketika ditanya lebih lanjut lagi apa yang membuat manusia bahagia? Terjadilah berbagaimacam interpretasi mengenai bahagia itu sendiri. Merujuk beberapa pendapat para tokoh mengenai bahagia merekapun memiliki sudut pandang sendiri-sendiri seperti yang diungkapkan beberapa berikut ini;

  • Yahya  bin  Khalid  al-Barmaky,  seorang  wazir  yang  mashur  di dalam Daulat Bani Abbas, berpendapat bahwa kebahagiaan adalah sentosa perangai, kuat ingatan, bijaksana akal, tenang dan sabar menuju maksud.
  • Hutai’ah dalam sebuah syairnya ia menulis; “Menurut pendapatku bukanlah kebahagiaan itu pada mengumpulnya harta benda, tetapi taqwa akan Allah itulah bahagia, taqwa akan Allah itulah bekal yang sebaik-baiknya disimpan pada sisi Allah sajalah kebahagiaan  para  orang yang  taqwa”.
  • Zaid bin Tsabit kebahagiaan adalah jika petang dan pagi seorang manusia telah memperoleh aman dari gangguan manusia itulah dia orang yang bahagia.
  • Ibnu Khaldun berpendapat bahagia itu adalah tunduk dan patuh mengikuti garis-garis Allah dan perikemanusiaan.
  • Abu Bakar Ar-Razi berpendapat bahagia yang dirasakan oleh seorang tabib, ialah jika ia dapat menyembuhkan orang yang sakit dengan tidak mempergunakan obat, cukup dengan mempergunakan aturan makan saja.
  • al-Ghazali berpendapat bahagia adalah kelezatan yang sejati yaitu bilamana manusia dapat dengan tetap mengingat Allah.

Dari beberapa pandangan bahagia menurut para tokoh di atas semuanya berbeda-beda sesuai dengan pengalaman dan pemikirannya masing-masing. Namun perlu digarisbawahi bahwa kebahagiaan merupakan sebuah rasa aman, damai dan tentram dalam jiwa manusia.

 

Level Kebahagiaan

Kesenangan memiliki durasi yang variatif, berdasarkan uraian dari fahruddin faiz menjelaskan bahwa kesengan manusia memiliki level yang berbeda-beda sebagaimana berikut:

  1. Paling  pendek adalah senang (pleaser), misalanya minum atau makan tertentu, ketika habis maka kesenangan itu juga ikut habis. apabila diulang-ulang menjadi tidak nikmat.
  2. Achievement (keberhasilan/kesuksesan/capaian tertentu) dimana memiliki rasa kesenangan agak panjang dibandingkan pleaser. Kita mampu menahan makan dan minum dari fajar sampai maghrib itu sebagai salah satu contoh capaian.
  3. Contribution tidak hanya menyenangkan dan keberhasilan kita tetapi kita berbagi kesenangan dan keberhasilan kita. Kesenangan pada level ini lebih panjang dari pada yang satu dan dua.
  4. Ultimategood melakukan kebaikan yang tanpa pamrih (dalam agama ikhlas). 

Dari keempat level tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan dan membutuhkan usaha. Salah satu alat yang membantu untuk mengimplementasinya adalah ilmu. Bukan hanya orang berilmu saja tetapi bagaimana ilmu itu dihidupkan. Hampir mirip dengan pandangan filsuf barat yaitu Plato yang membagi jiwa manusia menjadi tiga yaitu:

pertama, Epithumia adalah lambang dari nafsu-nafsu rendah. Dengan kata lain epithumia merupakan kebutuhan untuk memenuhi faktor biologis manusia. Seperti halnya makan, minum, dan seks. Orientasi dari epithumia adalah hal yang berkaitan dengan material/jasmaniyah.

Kedua, Thumos merupakan lambing dari hastrat dan harga diri. Wilayahnya dari dada sampai leher. Thumos berfokus pada kemenangan dan kompetensi, kejayaan, status dan kesuksesan. Sama halnya epithumia, thumos tidaklah harus dimatikan namun hanya perlu di kontrol dengan akal agar tidak membahayakan manusia seluruhnya. Karena hidup jika tak mempunyai nafsu thumos akan hambar, tidak berhasrat, dingin dan tidak ada artinya.

Ketiga Logostikon merupakan Rasio, alat berfikir atau akal.  Logostikon terletak pada kepala, menjadi titik sentral untuk bagian badan yang lain. Jikalau kepala rusak tidak bermanfaatlah badan yang cantik dan menawan.

Keempat. Eros adalah sebuah dorongan yang menghidupkan dan mewarnai ketiga unsur jiwa (epithium, thumos dan logostikon).  Baik pada ranah logostikon jika akal tidak dikontrol oleh akal itu sendiri maka akan mendewakan akal, akal akan menentukan pemikiran nya sendiri untuk memenuhi nafsu-nafsu, ambisi, dan egonya sendiri. Maka eroslah yang mengajak ketiga nafsu menemukan jati diri dan kebahagiaannya. Namun tetap kepala yang menjadi garda terdepan pengatur badan.

Kebahagiaan menjadi esensi yang terpenting dalam hidup, karena semua orang berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut. Namun, dalam menempuh jalan kebahagiaan tersebut manusia memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Ada yang menempuh jalan rabbani yaitu dengan mengikuti petunjuk Allah. sebagian yang lain memilih jalan saythani dengan mengikuti hawa nafsu, seperti seks bebas, narkoba, berjudi, meminum minuman keras, bahkan mencuri. Tentunya jalan yang ditempuh manusia ini menghasilkan pengaruh yang bertolak belakang. (Anas Ahmad Karzun, 2011) Dalam pandangan Hamka kebahagiaan adalah suatu yang berasal dari dalam diri manusia. Kebahagiaan yang datarng dari luar diri manusia kerap kali terasa hampa dan palsu.

Kebahagiaan menurut imam Ghazali tergantung pada kondisi jiwa seseorang yang memiliki 4 pembagian yaitu;

  1.  Bahimiyyah, kebahagian yang orientasinya seperti ini diibaratkan seseorang yang hanya  melakukan rutinitas sehari-hari. Jadi seseorang mencapai kebahagiaan pada kondisi jiwa ini hanya berhenti pada rutinitas seperti binatang ternak makan, minum, berkembang biak.
  2. Sabu’iyyah, kebahagiaan pada kondisi jiwa ini ketika seseorang mampu menundukkan, mengalahkan yang lainnya.
  3. Syaithoniyah, kebahagiaan yang tercapai ketika orang yang dibencinya mengalami kehancuran/kerusakan. Tidak peduli dirinya rusak, tidak peduli  dirinya jatuh asalkan orang lain juga ikut rusak dan jatuh.
  4. Mutmainnah, ridha  terhadap apapun yang ditetapkan kepadanya dan akhirnya Allah juga ridha terhadapnya.

Bahkan kebahagiaan setiap orang berbeda-beda, dan tidak menentu standarisasi kebahagiaan seseorang. Karena manusia pada dasarnya manusia butuh menjadi baha’im, siba’, dan syaitan. Karena ditingkat bahaim, manusia membutuhkan materi /kebutuhan biologis untuk melangsungkan kehidupannya. Dan ditingkat siba’ manusaia akan mempunyai motivasi yang Muncul langsung dari dalam dirinya namun tetap terkontrol oleh hati agar dapat berlomba-lomba dalam kebaikan. Dan pada tingkatan syaitan, manusia harus memahami bahwa tipudaya syaitan sangatlah kejam, rayuan yang menggiurkan manusai harus memahami agar tidak terjerumus kedalam lubang kebinasaan dan kehinaan.

 

Langkah Menuju Kebahagiaan

Terdapat bebrapa cara untuk mendapatkan kebahagiaan menurut Al-Ghazali yaitu diantaranya: Pertama. Ilmu dan amal, segala bentuk amal yang baik dan buruk pasti akan mendapatkan balasannya, baik itu pahala atau dosa yang akan diazab di akhirat.

يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ اِلَّا بِاِذْنِهٖۚ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَّسَعِيْدٌ  

Artinya: Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.(Q.S. Al-Hud:105)

Mendapatkan pahala bisa dengan adanya kesucian jiwa yang akan mengantarkan manusia kedalam sa’adah atau kebahagiaan dapat dicapai. kedua, Yakin, yakin dengan segala ketetapan Allah, yakin dengan semua taqdir yang Allah berikan, manusia hanya bisa berusaha dan berdoa’a sedangkan yang menentukan hasilnya adalah Allah SWT. Namun sifat ini tidak mudah didapatkan tanpa adanya mujahadah (bersungguh-sungguh dalam usaha) dan riyadhah (Latihan jiwa). Ketiga, Mensucikan Jiwa, manusia bukanlah makhluk sempurna yang hidup tanpa dosa, sebagaimana pun caranya manusia harus berusaha membersihkan dirinya dari hal-hal yang menyakitkan diri, seperti sifat-sifat riya’, sombong. Keempat Menyempurnakan Jiwa, Al-Ghazzali menjelaskan bahwa kebaikan hati ketika manusia dapat membedakan antara kebahagiaan dan kesengsaraan.


Posting Komentar